Sinopsis novel 1920 an
1. Judul :SALAH ASUHAN
Penulis : Abdul Muis
Tahun : 1928
Hanafi, laki-laki muda asli minangkabau, berpendidikan tinggi dan
berpandangan kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah bangsanya
sendiri. Dari kecil hanafi berteman dengan Corrie du Busse, gadis indo-Belanda
yang amat cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama merekapun saling
mencintai. Tapi cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbedaan bangsa.
Jika orang Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda maka mereka akan dijauhi
oleh para sahabatnya dan orang lain. Untuk itu Corrie pun meninggalkan
minangkabau dan pergi ke Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk
menghindar dari hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya. Akhirnya ibu hanafi
ingin menikahkan hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu hanafi, gadis
minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada tradisi dan adatnya.
Ibu hanafi ingin menikahkan hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas budi pada
ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah hanafi. Awalnya hanafi tidak
mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan ibunya
walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena hanafi tidak mencintai
Rapiah, di rumah Rapiah hanya diperlakukan seperti babu, mungkin hanafi
menganggap bahwa Rapiah itu seperti tidak ada apabila banyak temannya orang
Belanda yang datang kerumahnya. Hanafi dan Rapiah dikaruniai seorang anak
laki-laki, yaitu Syafe’i. Suatu hari hanafi digigit anjing gila, maka ia harus
berobat ke Betawi agar sembuh. Di Betawi hanafi dipertemukan kembali dengan
Corrie. Disana, hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya
bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi
walaupun hanafi seperti itu, Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan ibu
hanafi. Perkawinwnnya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, samapai-sampai
Corrie dituduh suka melayani laki-laki lain oleh hanafi. Akhirnya Corrie pun
sakit hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit kholera dan
meninggal dunia, hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat
sedih atas kematian Corrie, hanafi pun pulang kembali kekampung halamannya dan
menemui ibunya. Disana hanafi hanya diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak
ada artinya lagi. Hanafi sakit, kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk
mengakhiri hidupnya, dan akhirnya dia meninggal dunia.
2. Judul :AZAB DAN SENGSARA
Penulis : Merari Siregar
Tahun : 1920
Novel yang berjudul “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini
menceritakan kisah kehidupan seorang anak gadis bernama Mariamin. Mariamin
tinggal dipondok bambu beratapkan ijuk dekat sungai yang mengalir di
tengah-tengah kota Sipirok. Di waktu senja Mariamin atau yang biasa dipanggil
Riam seperti biasanya duduk di sebuah batu besar di depan rumahnya menunggu
kekasih nya datang. Mariamin sangat sedih karena Aminu’ddin, kekasihnya itu
menemuinya untuk berpamitan sebab dia akan pergi ke Medan untuk mencari
pekerjaan supaya dia bisa menikahi kekasihnya itu dan bisa mengeluarkan
Mariamin dan keluarganya dari kesengsaraan.
Aminuddin seorang anak muda berumur delapan belas tahun.
Dia adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminu’ddin seorang kepala kampung
yang terkenal di seantero Sipirok. Harta bendanya sangat banyak. Adapun
kekayaannya itu berasal dari peninggalan orangtuanya tetapi karena rajin
bekerja, maka hartanya bertambah banyak. Ayah Aminu’ddin mempunyai budi yang
baik. Sifat-sifatnya itu menurun pada anak laki-laki satu-satunya, Aminu’ddin.
Aminuddin bertabiat baik, pengiba, rajin, dan cerdas.
Setelah Aminu’ddin pulang, Mariamin pun masuk kedalam rumahnya untuk
menyuapi ibunya yang sedang sakit.
Mariamin tidak ingin membuat ibunya sedih oleh karena itu ia berusaha untuk
menyembunyikan kesedihannya karena harus berpisah dengan orang yang dicintainya
walaupun itu hanya sementara. Ibunya sangat mengenal gadis itu sehingga dia
mengetahui kalau Mariamin sedang bersedih. Ibunya mengira kesedihan anaknya itu
karena dia sedang sakit sebab sakitnya ibu Mariamin sudah lama sekali. Setelah
selesai menyuapi ibunya, Mariamin pergi ke kamarnya untuk tidur. Mariamin tidak
dapat memejamkan matanya, Pikirannya melayang mengingatkan masa lalunya ketika
dia masih kecil.
Dahulu ayah Mariamin, Sutan Baringin adalah seorang yang terbilang hartawan
dan bangsawan di seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia suka
berperkara, maka harta yang banyak itu habis dan akhirnya jatuh miskin dan
hina. Berapa kali Sutan Baringin dilarang istrinya supaya berhenti berpengkara,
tetapi tidak diindahkannya ia malah lebih mendengarkan perkataan pokrol bambu
tukang menghasut bernama Marah Sait. Ibu Mariamin memang seorang perempuan yang
penyabar, setia sederhana dan pengiba berlawanan dengan Sutan Baringin,
suaminya yang pemarah, malas, tamak , angkuh dan bengis. Mariamin dan
Aminu’ddin berteman karib sejak kecil apalagi mereka masih mempunyai hubungan
saudara sebab ibu Aminu’ddin adalah ibu kandung dari Sutan Baringin, ayah
Mariamin ditambah lagi Mariamin sangat berhutang budi kepada Aminu’ddin karena
telah menyelamatkan nyawanya ketika Mariamin hanyut di sungai. Setelah 3 bulan
Aminu’ddin berada di Medan, dia mengirimkan surat kepada Mariamin
memberitahukan kalau dia sudah mendapat pekerjaan, Mariamin pun membalas surat
dari Aminu’ddin tersebut. Mariamin sangat bahagia menerima surat dari
Aminu’ddin yang isinya menyuruh Mariamin untuk berkemas karena Aminu’ddin telah
mengirim surat kepada orangtuanya untuk datang ke rumah Mariamin dan mengambil
dia menjadi istrinya serta mengantarkannya ke Medan. Tetapi ayah Aminu’ddin
tidak menyetujui permintaan putranya itu, biarpun istrinya membujuknya supaya
memenuhi permintaan Aminu’ddin. Mariamin sudah mempersiapkan jamuan untuk
menyambut kedatangan orang tua Aminu’ddin. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung
datang, malah yang datang adalah surat permintaan maaf dari Aminu’ddin. Dalam
surat itu memberitahukan kalau kedua orang tua nya sudah berada di Medan dengan
membawa gadis lain sebagai calon istrinya. Aminuddin sangat kecewa dan hatinya
hancur tetapi dia tidak bisa menolak karena tidak ingin mempermalukan orang
tuanya dan dia tidak mau durhaka pada orangtua. Mariamin gadis yang solehah itu
menerima maaf Aminu’ddin, dia menerima semuanya sebagai nasibnya dan harapannya
untuk keluar dari kesengsaraan pun sudah pudar. Setelah dua tahun lamanya
Mariamin pun menikah dengan orang yang belum dikenalnya, pria itu bernama
Kasibun. Usia Kasibun agak tua, tidak tampan dan dia pintar dalam tipu daya,
selain itu dia juga mengidap penyakit mematikan yang mudah menular pada
pasangannya.
Aminu’ddin mengunjungi Mariamin di rumah suaminya ketika itu suaminya
sedang bekerja di kantor. Kasibun sangat marah setelah dia mengetahui
kedatangan Aminu’ddin apalagi ketika Mariamin menolak berhubungan suami-istri.
Suaminya yang bengis itu tidak segan-segan menamparnya, memukulnya dan berbagai
penyiksaan lainnya.
Akhirnya karena dia sudah tidak tahan lagi Mariamin melaporkan perbuatan
suaminya itu pada polisi. Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya
Mariamin terpaksa Pulang ke negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa
malu, menambah azab dan sengsara yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir
sungai Sipirok.
Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah berkesudahan.
Azab dan Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jazad
badan yang kasar itu
3. Judul : PERTEMUAN JODOH
Karya : Abdul Moies
Angkatan : 20-an ( balai pustaka )
Ratna, berkenalan dengan pemuda bernama Suparta di kereta, dalam perjalanan
dari Jakarta ke Bandung. Perkenalan Ratna dan Suparta cukup berkesan bagi
sepasang anak muda itu. Selanjutnya mereka sepakat untuk melanjutkan hubungan
lewat surat.Beberapa bulan kemudian, Suparta mengutarakan keinginannya untuk
memperistri Ratna. Kemudian Ratna membalasnya dan menyambut baik niat Suparta.
Sambutan Ibu Suparta ternyata tidak begitu ramah. Ratna kecewa terhadap
sikap Nyai Raden Tedja Ningrum yang memandangnya dengan sinis, Setelah kejadian
itu, Ratna bertekad untuk melupakan Suparta. Berita pertunangan Suparta dengan Nyai
Raden Siti Halimah tidak membuatnya putus asa. Namun kemalangan lain terpaksa
harus ia terima. Usaha pembakaran kapur milik ayahnya, Tuan Atmaja, bangkrut.
Akibatnya Ratna memutuskan untuk keluar dari sekolahnya karena tidak ada
biaya.Ia pun kemudian berusaha mencari pekerjaan. Namun baru empat bulan ia
bekerja, toko itu harus ditutup atas perintah pengadilan. Akhirnya ia menjadi
pembantu Tuan dan Nyonya Kornel.
Selama Ratna menjadi pembantu keluarga Kornel, berbagai cobaan harus
diterimanya dengan tabah. Kehadirannya dalam keluarga itu tidak luput dari rasa
iri Jene, pembantu yang juga bekerja pada keluarga Kornel. Suatu ketika Ratna
sakit dan dirawat di Rumah sakit, Secara kebetulan dokter yang merawat Ratna
adalah Suparta. Pertemuan itu tentu saja membesarkan hati keduanya. Keyakinan
Suparta bahwa Ratna tidak bersalah, ikut mempercepat kesembuhan wanita muda
itu. Untuk memulihkan nama baik Ratna, Suparta menyiapkan seorang pengacara
terkenal untuk mendampingi gadis pujaannya di pengadilan, karena Ratna masih
harus berurusan dengan penegak hukum.
Di pengadilan, terbukti bahwa Ratna tidak bersalah. Pencuri perhiasan
Nyonya Kornel ternyata adalah Amat, kekasih Jene. Pembantu keluarga Kornel yang
bernama Jene itu diduga diperalat oleh kekasihnya. Pengadilan juga memutuskan
bahwa Amat bersalah dan diganjar 5 tahun penjara. Sementara itu, Jene tidak
dikenakan hukuman walaupun sebenarnya harus dituntut.
Sidang pengadilan juga telah mempertemukan Ratna dengan Sudarma, adiknya,
schatter pegadaian Purwakarta yang bertindak sebagai saksi pertama. Lalu atas
kesepakatan Suparta dan Sudarma, Ratna disuruh beristirahat di sebuah paviliun
“Bidara Cina”. Gadis itu tidak diizinkan bertemu dengan sembarang orang,
kecuali Suparta yang setiap sore datang memeriksa kesehatannya. Lambat laun,
kesehatan Ratna mulai pulih. Ia juga mulai dapat mengingat-ingat segala
sesuatunya termasuk hubungannya dengan Suparta
Begitu Ratna meninggalkan tempat peristirahatannya, Suparta langsung
melamarnya. Tuan Atmadja sekeluarga berkumpul di rumah Sudarma menyelenggarakan
pesta perkawinan anaknya dengan Dokter Suparta. Kebahagiaan pengantin baru itu
bertambah lagi ketika mereka pulang ke Tagogapu. Rumah ayah Ratna kini lebih
besar dibandingkan sebelumnya. Keadaan Tuan Atmaja sekarang sudah lebih baik
berkat bantuan kedua anaknya.
4. Judul : ROBERT ANAK SURAPATI
Pengarang : Abdoel Moeis
Angkatan : 20- an
Robert adalah seorang anak yang terlahir dari hasil percintaan secara
diam-diam seorang ibu keturunan Belanda dengan seorang ayah keturunan Jawa. Ibu
Robert meninggal di atas kapal Dolfijn dalam perjalanan pulang ke negeri
Belanda, kemudian Robert di asuh dan dijadikan anak angkat Tuan van Reijn
seorang saudagar kaya keturunan Belanda.
Robert mengetahui bahwa dirinya bukanlah anak kandung dari Tuan van Reijn
dari surat ayah angkatnya yang ditulis sebelum meninggal dunia. Robert pun
akhirnya meninggalkan rumah berpetualang dan akhirnya menjadi serdadu yang siap
menjajah.
Dalam surat yang dititipkan ibunya kepada tuan van Reijn dinyatakan bahwa
ayah Robert adalah keturunan Jawa. Dalam petualangannya Robert menjadi serdadu
Belanda yang ditugaskan menjadi mata-mata Belanda untuk sebuah penyerangan ke
daerah Pasuruan untuk mengetahui kekuatan Surapati. Dalam tugas itu Robert
ditangkap dan dipenjarakan. Melalui bekal yang diberi ibunya Robert diketahui
Surapati ternyata Robert adalah anak kandungnya.
Selama dalam tahanan Robert dilayani dengan ramah dan ditempatkan di ruang
yang mewah tidak seperti tahanan yang lain. Surapati mengambil beberapa upaya
untuk meyakinkan Robert bahwa dirinya adalah anak kandungnya, namun Robert
sangat tidak menerima hal ini.
Surapati akhirnya mati setelah penyerangan Belanda, kemudian Robert pun
dilepaskan dan diantarkan ke perbatasan oleh saudaranya atas wasiat ayahnya
Surapati. Robert yang merasa belum mendapat kehormatan, ia ingin ikut
berperang. Digna sangat berat melepas Robert, ia tak mau kehilangan orang yang
ia sayang. Setelah lama, Digna mendengar kabar bahwa Robert gugur dalam medan
perang, ia terkenal karena perjuangannya. Dan akhirnya Robert pun gugur sebagai
pahlawan.
Buku ini sangat populer hingga saat ini karena memiliki kekhasan dari gaya
penceritaannya. Di dalamnya banyak sekali terdapat amanat amanat yang dapat
kita petik. Konflik yang diceritakan sederhana namun dapat di kemas dalam
bentuk cerita yang sangat menarik sehingga pembaca tidak akan bosan untuk
membacanya berulang kali
5. Judul : SITI NURBAYA
Penulis : Marah Rusli
Penerbit : 20- an (Balai Pustaka)
Tahun :1920
Novel ini boleh jadi merupakan salah satu karya terbesar anak bangsa bahkan
sampai saat ini. Harus diakui bahwa Marah Rusli telah menyusupkan karyanya
bahkan ke dalam sistem budaya bangsa Indonesia. Anda tentu mengerti jika
orang-orang berkata “Jangan seperti Sitti Nurbaya” atau “Aku bukan Sitti
Nurbaya”. Tokoh Sitti Nurbaya juga kisahnya memang melekat erat dalam benak
masyarakat Indonesia. Ia seolah menjadi simbol abadi kasih yang terpaksa, kasih
yang tak sampai, kasih yang penuh pertentangan keluarga. Pernah membaca novel
apik ini?
Patut disayangkan jika Anda belum pernah melahap abjad demi abjad dalam
buku ini. Kisahnya klasik memang, tentang cinta remaja tokoh Sitti Nurbaya
dengan seorang pemuda minang bernama Samsulbahri. Sitti Nurbaya sendiri
merupakan anak dari seorang bangsawan Baginda Sulaiman sementara itu
Samsulbahri adalah anak pembesar bernama Sutan Mahmud Syah. Mereka saling
mencintai diam-diam. Pengakuan baru muncul saat Samsulbahri hendak pergi ke
Batavia untuk menuntut ilmu. Mereka menghabiskan waktu lama berdua di
perbukitan dan saat hendak berpisah Samsulbahri mencium Sitti Nurbaya di depan
rumahnya. Hal ini tertangkap oleh ayah Sitti Nurbaya yang seketika berang.
Demikian pula dengan masyarakat sekitar. Samsulbahri kemudian dikejar dan
keluar dari Padang menuju Batavia.
Tokoh lainnya bernama Datuk Maringgih. Ia seorang yang terpandang di
desanya. Bahkan merupakan saingan ayah Siti Nurbaya, Baginda Sulaiman. Datuk
Maringgih menyimpan rasa dengki atas keberhasilan bisnis Ayah Sitti Nurbaya. Ia
kemudian berbuat hal jahat menjatuhkan usaha Baginda Sulaiman dan membuatnya
bangkrut tak berdaya. Tak berhenti sampai di situ, Datuk Maringgih juga membuat
ayah Sitti Nurbaya berutang banyak padanya. Saat Datuk Maringgih datang memaksa
keluarga Sitti Nurbaya membayar utang, ia kemudian menawarkan diri untuk
menikah dengan sang Datuk asalkan semua utang ayahnya dianggap lunas tanpa
sisa. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya Datuk Maringgih menerima penawaran
tersebut.
Sitti Nurbaya dan Datuk Maringgih akhirnya menikah jua, namun karena
perlakuan sang suami yang dianggap kasar, akhirnya Sitti Nurbaya lari ke
Batavia dan bertemu dengan Samsulbahri di sana. Mereka kembali jatuh cinta
sampai suatu saat Siti Nurbaya menerima surat dari desa yang menyatakan bahwa
ayahnya telah meninggal. Ia akhirnya kembali ke Padang dan meninggal di sana
akibat keracunan kue yang diberikan oleh Datuk Maringgih. Samsulbahri sangat
terpukul dan mencoba bunuh diri tetapi tak bisa. Pada akhirnya, di suatu
kesempatan, ia berhasil membalaskan dendamnya.
Menurut bebrapa pengamat sastra, novel ini tidak menggunakan gaya penuturan
Marah Rusli yang sebenarnya sebab pada jaman tersebut semua penulis yang
bukunya hendak diterbitkan oleh Balai Pustaka harus mematuhi “gaya” yang telah
mereka tetapkan. Meski demikian, pemilihan kata Marah Rusli dalam novel ini
sangat memikat meski ia terkesan memilih bahasa yang aman. Dalam novel ini, ia
juga banyak menggunakan pantun untuk menyampaikan persaan, salah satunya
adalah:
“Padang Panjang dilingkari bukit,
bukit dilingkari kayu jati,
Kasih sayang bukan sedikit
dari mulut sampai ke hati”
6. Judul : ANAK DAN KEMENAKAN
Pengaran : Marah Rusli
Angkatan : 20- an (Balai Pustaka)
Mr. Muhammad Yatim, dr.Aziz, Puti Bidasari, dan Sitti Nurmala adalah empat
orang yang sudah menjalin persahabatan dari kecil, mereka semua berasal dari
keluarga bangsawan. Selain hubungan persahabtan, diantara kedua pasangan anak
muda itu juga terjalin hubungan antara kekasih. Mr. Muhammad Yatim mencintai
Puti Bidasari, yang merupakan adik angkatnya dan dibesarkan dalam satu keluarga
yaitu keluarga Sutan Alamsyah dan istrinya Sitti Maryam. Sedangkan Sitti
Nurmala menjalin hubungan dengan dr.Aziz. Sitti Nurmala merupakan putri dari
saudagar kaya di Padang yaitu Baginda Mais dan istinya Upik Bunngsu. Sutan
Alamsyah sangat bahagia atas kedatangan anaknya Mr. Yatim dari negeri Belanda
yang sudah menyelesaikan sekolahnya sebagai Hakim Tinggi sehingga dia mendapat
gelar Master Doktor, yang pada saat itu adalah gelar tertinggi di Padang, dan
hanya Mr. Yatim yang mendapat gelar tersebut.
Sutan Alamsyah Hopjaksa ingin mempersandingkan anaknya Mr. yatim dengan
keponakannya Puti Bidasari yang merupakan anak kakak perempuannya yaitu Putri
Renosari dan Sutan Baheram, tapi lamaran Sutan Alamsyah ditolak, karena mereka
tahu asal-usul Mr. Yatim yang bukan anak kandung Sutan Alamsyah. Mereka kira
Mr. Yatim adalah anak tukang pedati yang miskin, meskipun dibesarkan dan
diangkat anak oleh Sutan Alamsyah bahkan sampai disekolahkan dan mendapat gelar
Mester Doktor di Negeri Belanda.
Adat tetap adat dan selalu membelenggu, mengukung dan membagi dalam tingkat
kehidupan masyarakat, seperti halnya Putri Renosari yang ingin menikahkan
anaknya dengan seorang bangsawan lagi. Bidasari akan dikawinkan dengan turunan
bangsawan tinggi Sutan Malik, kemenakan Sutan Pamenan yang gemar berjudi dan
menyabung ayam.Biaya pernikahan Puti Bidasari dengan Sutan Malik ditanggung
oleh Baginda Mais yang merasa diuntungkan dengan pernikahan Puti Bidasari dan
Sutan Malik, karena kesempatan untuk menikahkan putrinya Sitti Nurmala dengan
Mr. Yatim terbuka lebar. Akankah Mr. Yatim menikah dengan Bidasari ataukah akan
bersanding dengan Sitti Nurmala sebagaimana permintaan ayah angkatnya Sutan
Alamsyah, sedangkan Sitti Nurmala adalah kekasih dr. Aziz yang merupakan
sahabat karibnya dari kecil.
7. Judul :SENGSARA MEMBAWA NIKMAT
Penulis : TULIS SUTAN SATI
Tahun : 1928
Seorang pemuda bernama Kacak, karena merasa Mamaknya adalah seorang Kepala
Desa yang dikuti, selalu bertingkah angkuh dan sombong. Dia suka ingin menang
sendiri. Kacak paling tidak senang melihat orang bahagia atau yang melebihi
dirinya. Kacak kurang disukai orang-orang kampungnya karena sifatnya yang
demikian. Beda dengan Midun, walaupun anak orang miskin, namun sangat disukai
oleh orang-orang kampungnya. Sebab Midun mempunyai perangai yang baik, sopan,
taat agama, ramah serta pintar silat. Midun tidak sombong seperti Kacak.
Karena Midun banyak disukai orang,
maka Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun.
Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah
berhasil. Dia sering mencari gara-gara agar Midun marah padanya, namun Midun
tak pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk
berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia
tidak senang berkelahi saja. Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya
pada Haji Abbas bukan untuk dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk
membela diri dan mencari teman.
Suatu hari istri Kacak terjatuh dalam sungai. Dia hampir lenyap dibawa
arus. Untung waktu itu Midun sedang berada dekat tempat kejadian itu. Midun
dengan sigap menolong istri Kacak itu. Istri Kacak selamat berkat pertolongan
Midun. Kacak malah balik menuduh Midun bahwa Midun hendak memperkosa istrinya.
Air susu dibalas dengan air tuba. Begitulah Kacak berterima kasih pada Midun.
Waktu itu Midun menanggapi tantangan itu. Dalam perkelahian itu Midun yang
menang. Karena kalah, Kacak menjadi semakin marah pada Midun. Kacak melaporkan
semuanya pada Tuanku Laras. Kacak memfitnah Midun waktu itu, rupanya Tuanku
Laras percaya dengan tuduhan Kacak itu. Midun mendapat hukuman dari Tuanku
Laras.
Midun diganjar hukuman oleh Tuanku Laras, yaitu harus bekerja di rumah
Tuanku Laras tanpa mendapat gaji. Sedangkan orang yang ditugaskan oleh Tuanku
Laras untuk mengwasi Midun selama menjalani hukuman itu adalah Kacak. Mendapat
tugas itu, Kacak demikian bahagia. Kacak memanfaatkan untuk menyiksa Midun.
Hampir tiap hari Midun diperlakukan secara kasar. Pukulan dan tendangan Kacak
hampir tiap hari menghantam Midun. Juga segala macam kata-kata hinaan dari
Kacak tiap hari mampir di telinga Midun. Namun semua perlakuan itu Midun terima
dengan penuh kepasrahan.
Walaupun Midun telah mendapat hukuman dari Mamaknya itu, namun Kacak
rupanya belum puas juga. Dia belum puas sebab Midun masih dengan bebas
berkeliaran di kampung utu. Dia tidak rela dan ikhlas kalau Midun masih berada
di kampung itu. Kalau Midun masih berada di kampung mereka, itu berarti masih
menjadi semacam penghalang utama bagi Kacak untuk bisa berbuat seenaknya di
kampung itu. Untuk itulah dia hendak melenyapkan Midun dari kampung mereka
untuk selama-lamanya.
Untuk melaksanakan niatnya itu, Kacak membayar beberapa orang pembunuh
bayaran untuk melenyapkan Midun. Usaha untuk melenyapkan Midun itu mereka
laksanakan ketika di kampung itu diadakan suatu perlombaan kuda. Sewaktu Midun
dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan
kuda itu, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun dengan sebelah Midun
pisau.
Tapi untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka
tidak bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acar pacuan kuda itu.
Perkelahian itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun langsung
ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.
Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan
wajib mendekam dalam penjara. Mendengar kabar itu, waduuh betapa senangnya hati
Kacak. Dengan Midun masuk penjara, maka dia bisa dengan bebas berbuat di
kampung itu tanpa ada orang yang berani menjadi penghalangnya.
Selama di penjara itu, Midun mengalami berbagai siksaan. Dia di siksa oleh
Para sipir penjara ataupun oleh Para tahanan yang ada dalam penjara itu. Para
tahanan itu baru tidak berani mengganggu Midun ketika Midun suatu hari
ber¬hasil mengalahkan si jago Para tahanan.
Karena yang paling dianggap jago oleh Para tahanan itu kalah, mereka
kemudian pada takut dengan Midun. Midun sejak itu sangat dihormati oleh para
tahanan lainnya. Midun menjadi sahabat mereka.
Suatu hari, ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat
seorang wanita cantik sedang duduk duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika
gadis itu pergi, ternyata kalung yang dikenakan gadis itu tertinggal di bawah
pohon itu. Kalung itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si gadis.
Betapa senang hati gadis itu. Gadis itu sampai jatuh hati sama Midun. Midun
juga temyata jatuh hati juga sama si gadis. Nama gadis itu adalah Halimah.
Setelah pertemuan itu, mereka berdua saling bertemu dekat jalan dulu itu.
Mereka saling cerita pengalaman hidup, Halimah bercerita bahwa dia tinggal
dengan seorang ayah tiri. Dia merasa tidak bebas tinggal dengan ayah tirinya.
Dia hendak pergi dari rumah. Dia sangat mengharapkan suatu saat dia bisa
tinggal dengan ayahnya yang waktu itu tinggal di Bogor.
Keluar dari penjara, Midun membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya
itu. Usaha Midun itu dibantu oleh Pak Karto seorang sipir penjara yang baik hati.
Midun membawa Halimah ke Bogor ke rumah orang tua Halimah.
Ayah Halimah orangnya baik. Dia sangat senang kalau Midun bersedia tinggal
bersama mereka. Kurang lebih dua bulan Midun bersama ayah Halimah. Midun merasa
tidak enak selama tinggal dengan keluarga Halimah itu hanya tinggal makan minum
saja. Dia mulai hendak mencari penghasilan. Dia kemudian pergi ke Jakarta
mencari kerja. Dalam Perjalanan ke Jakarta. Midun berkenalan dengan saudagar
kaya keturunan arab. Nama saudagar ini sebenarnya seorang rentenir. Dengan
tanpa pikiran yang jelek-jelek, Midun mau menerima uang pinjaman Syehk itu.
Sesuai dengan saran Syehk itu, Midun membuka usaha dagang di Jakarta. Usaha
Midun makin lama makin besar.
Usahanya maju pesat. Melihat kemajuan usaha dagang yang dijalani Midun,
rupanya membuat Syehk Abdullah Al-Hadramut iri hati. Dia menagih hutangnya
Midun dengan jumlah yang jauh sekali dari jumlah pinjaman Midun. Tentu saja
Midun tidak bersedia membayarnya dengan jumlah yang berlipat lipat itu. Setelah
gagal mendesak Midun dengan cara demikian, rupanya Syehk menagih dengan cara
lain. Dia bersedia uangnya tidak di¬bayar atau dianggap lunas, asal Midun
bersedia menyerahkan Halimah untuk dia jadikan sebagai istrinya. Jelas tawaran
itu membuat Midun marah besar pada Syehk . Halimah juga sangat marah pada
Syehk.
Karena gagal lagi akhirnya Syehk mengajukan Midun ke meja hijau. Midun
diadili dengan tuntutan hutang. Dalam persidangan itu Midun dinyatakan bersalah
oleh pihak pengadilan. Midun masuk penjara lagi.
Di hari Midun bebas itu, Midun jalan jalan dulu ke Pasar Baru. Sampai di
pasar itu, tiba tiba Midun melihat suatu keributan. Ada seorang pribumi sedang
mengamuk menyerang seorang Sinyo Belanda. Tanpa pikir panjang Midun yang suka
menolong_orang itu, langsung menyelamatkan Si Sinyo Belanda.itu. Sinyo Belanda
itu sangat berterima kasih pada Midun yang telah menyelamatkan nyawanya itu.
8. Judul :DIBAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Penulis : HAMKA
Tahun : 1938
Seorang pemuda bernama Hamid, sejak berumur empat tahun telah ditinggal
mati ayahnya. Ayah Hamid mula-mula ialah seorang yang kaya. Karena itu banyak
sanak saudara dan sahabatnya. Tetapi setelah perniagaannya jatuh dan menjadi
melarat, tak ada lagi sanak saudara dan sahabatnya yang datang. Karena sudah
tak terpandang lagi oleh orang-orang sekitarnya itu, maka pindahlah ayah Hamid
beserta ibunya ke kota Padang, yang akhirnya dibuatnya sebuah rumah kecil. Di
tempat itulah ayah Hamid meninggal.
Tatkala Hamid berumur enam tahun, untuk membantu ibunya ia minta kepada
ibunya agar dibuatkan jualan kue-kue untuk dijajakan setiap pagi.
Di dekat rumah hamid terdapat sebuah gedung besar yang berpekarangan luas.
Rumah itu telah kosong karena pemiliknya, seorang Belanda, telah kembali ke
negerinya. Hanya penjaganya yang masih tinggal, yakni seorang laki-laki tua
yang bernama Pak Paiman. Tetapi tak lama kemudian, rumah itu dibeli oleh
seorang-orang kaya yang bernama Haji Jakfar. Isterinya bernama Mak Asiah dan
anaknya hanya seorang perempuan saja yang bernama Zainab.
Setiap hari Hamid dipanggil oleh Mak Asiah karena hendak membeli makanan
yang dijualnya itu. Pad awaktu itu juga ia ditanya oleh Mak Asiah tentang orang
tuany6a dan tempat tinggalnya. Setelah Hamid menjawab pertanyaan itu, Mak Asiah
pun meminta kepada Hamid agar ibunya datang ke rumahnya. Sejak kedatangan ibu
Hamid ke rumah Mak Asiah itulah, maka persahabatan mereka itu menjadi karib dan
Hamid beserta ibunya sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Ketika Hamid berumur tujuh tahun, ia pun atas biaya Haji Jakfar yang baik
hati itu disekolahkan bersama-sama anaknya, Zainab, yang umurnya lebih muda
daripada Hamid. Pergaulan Hamid dengan Zainab, seperti pergaulan antara kakak
dengan adik saja. Setelah tamat dari SD, Hamid dan Zainab pun sama-sama
dilanjutkan sekolahnya ke Mulo.
Setelah keduanya tamat dari Mulo, barulah Hamid berpisah dengan Zainab,
karena menurut adat Zainab harus masuk pingitan, sedang Hamid yang masih
dibiayai oleh Haji Jakfar, meneruskan pelajaran ke sekolah agama di
Padangpanjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang teman laki-laki yang
bernama Saleh.
Pada suatu petang, tatkala Hamid pergi berjalan-jalan di pesisir,
bertemulah ia dengan Mak Asiah yang baru datang dari berziarah ke kubur
suaminya. Ia naik perahu sewaan bersama-sama dua orang perempuan tua lainnya.
Pada pertemuan itulah Mak Asiah mengharapkan kedatangan Hamid ke rumahnya pada
keesokan harinya, karena ada suatu hal penting yang hendak dibicarakannya.
Setelah Hamid datang pada keesokan harinya ke rumah Mak Asiah, maka Hamid pun
dimintai tolong oleh Mak Asiah agar ia mau membujuk Zainab untuk bersedia
dinikahkan dengan kemenakan Haji Jakfar yang pada waktu itu masih bersekolah di
Jawa. Tetapi permintaan itu ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum lagi
hendak menikah.
Penolakan itu sebenarnya disebabkan Zainab sendiri telah jatuh cinta kepada
Hamid. Bagi Hamid sendiri, sebenarnya ia cinta kepada Zainab, hanya cintanya
itu tidak dinyatakan berterus terang kepada Zainab. Karena itulah, sebenarnya
suruhan Mak Asiah itu bertentangan dengan isi hatinya. Tetapi karena ia telah
berhutang budi kepada Mak Asiah, maka dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah
kejadian itu Hamid pun pulang ke rumahnya, tetapi sejak itu, ia tidak pernah
lagi datang ke rumah Mak Asiah, karena sejak itu ia meninggalkan kota Padang
menuju Medan dan selanjutnya pergi ke tanah Suci Mekah. Dari Medan Hamid
berkirim surat kepada Zainab untuk minta diri pergi menurutkan kemana arah
kakinya berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam
kesepian itu.
9. Judul : La Hami
Nama Pengarang : Marah Rusli
Angkatan : 20- an
Telah dua bulan lamanya, Ompu Keli dan istrinya menunggu dengan cemas
keberadaan anak angkatnya La Hami yang telah disuruh pergi olehnya bertandang
ke Gunung Donggo. Perjalanannya mengendarai kuda Sumba dengan senjata parang,
tombak, panah, jerat, dan tanpa membawa bekal makanan. Perjalanannya dari sini
ke Kempo melalui Sanggar, dompo, padende, lalu ke Gunung Soromandi. Di Sanggar,
La Hami di sambut senang oleh Ompu Ito bahkan La Hami diberi bekal makanan
olehnya. Selain perjalanannya ke Gunung Donggo, La Hami juga melakukan
perjalanan ke Bima. Ketika perjalanan ke Bima La Hami mengalami beberapa
halangan, La Hami turun dari Gunung Soromandi ke Bima tanpa menunggang Sumba.
Ketika menyeberang menuju Bima, ikutlah nelayan yang bernama Kifa dan dia
menginap di rumahnya. Di tempat tinggal Kifa kebetulan sedang ada perayaan
Maulid Nabi dan upacara perayaan Sirih Puan yang diramaikan dengan permainan
Kuraci (berpukul-pukulan badan dengan rotan) dan permainan bersepak kaki.
Melihat permainan bersepak kaki La Hami tampaknya pingin mencoba, setelah
diladeni jago Wera ternyata roboh oleh La Hami. Datang orang tinggi besar
menahannya untuk berlawanan, dengan terpaksa karena La Hami dilecehkan,
akhirnya dia menuruti tantangan jago dari Sape tersebut dan akhirnya Sape
tersebut kalah. La Hami dipanggil Sultan Bima yakni Sultan Kamarudin. Di depan
pramesuri Sultan, putri-putrinya, dan para punggawa untuk diberi pekerjaan.
Namun, La Hami mohon untuk pulang kampung Sanggar pamit pada kedua orang
tuanya.
Malam hari Ompu Keli bercerita kepada La Hami tentang asal-usulnya.
Diceritakan pada 24 tahun yang lalu, yang menjadi Datuk Rangga di negeri
Sumbawa adalah Raja Ajong atau Ompu Keli dan didampingi sang istri Putri Nakia.
Saat itu Raja Sumbawa adalah Sultan Badrunsyah. Kepergiannya karena keadaan
pemerintahan saat itu tidak stabil. Terjadilah fitnah dari Daeng Matita yang
haus jabatan. Ia bekerja sama dengan Ponto Wanike, seorang pimpinan bajak dari
pulau Ragi. Pada suatu hari, Ompu Keli pergi memancing ke pantai, di situlah,
Dewa mendengar tangisan bayi. Setelah didekati ternyata seorang bayi laki-laki
yang berumur sekitar satu bulan. Diletakan di atas sampan beralaskan tikar
jontal yang baik anyamannya, berkalung dokoh yang terbuat dari mas,
berselimutkan sutera bertekad emas dan semuanya berciri dari Bima. Lalu
dibawanya pulang dan di beri nama La Hami, Ina Rinda atau Putri Nakia merasakan
senang karena selama ini tak berketurunan.
Terdengar kabar oleh Daeng Matita bahwa Raja Ajong yang menyingkirkan diri
dari Sumbawa kini ada di pantai Sanggar dengan mengganti nama Ompu Keli dan
akhirnya timbul kembali dendam lamanya yang sudah 24 tahun. Daeng Matita akan
segera menyerang Sanggar. Di bagilah tugas mereka dengan Ponto Wanike menyerang
pantai Sanggar dan Daeng Matita menyerang dari arah darat yakni di Lembah
Jambu. Perang belum dimulai namun rencana serangan pasukan sumba telah tercium
oleh pasukan Sanggar sehingga Sanggar telah bersiap-siap. Di kedua belah pihak
terdapat pasukan yang mati dan luka-luka, namun jumlah yang celaka lebih banyak
di pihak Sumba. Dengan gagah berani, Ponto Wanike bisa dibunuh oleh La Hami.
Kemudian pasukan Sanggar menuju lembah Jambu untuk membabantu Raja Ajong dan Lalu
Jala, di tengah perjalanan pasukan yang dipimpin Daeng Matita dihadang oleh
pasukan Sanggar dan peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan Sumba
terlihat kewalahan karena harapan bantuan dari pasukan lain tidak kunjung
datang sementara pasukan Sanggar mendapat bantuan dari Dompo dan Kempo. Semakin
paniklah Daeng Matita. Datanglah pasukan La Hami tambahlah kacau pasukan Sumba.
Sebagian besar pasukan Sumba terbunuh, Daeng Matita melarikan diri setelah
menebas rusuk Raja Ajong. Namun setelah dikejar oleh pasukan Sanggar yang
terpencar akhirnya Daeng Matita bisa dilumpuhkan, sedangkan pasukan yang
tersisa diampuni dan kembali ke Sumba.
Sultan Komarudin yang sedang asik bercengkerama dengan permaisuri Cahya
Amin dan putrinya Putri Sari Langkas, teringatlah bahwa suatu saat tak ada lagi
yang bisa menggantikan baginda karena tak punya anak putra. Anak sulungnya
telah diculiknya 24 tahun yang lalu, sedangkan Putri Sari Langkas adalah putri
kedua. Akhirnya teringatlah sang permaisuri kepada pemuda yang bernama La Hami
karena umur dan perawakannya mirip dengan putra sulungnya bahkan mirip dengan
Sultan Komarudin. Khayalannya dengan La Hami akhirnya membuat penasaran yang
semakin mendalam. Namun, permaisuri tidaklah yakin karena pemuda itu bernama La
Hami yang telah membinasakan Daeng Matita dan Ponto Wanike dari Sumbawa. Cahya
Amin lalu membayangkan dan mencari-cari sebab Ompu Keli ternyata Raja Ajong
atau Datu Ranga Sumbawa dulu yang menyingkir ke pantai Sanggar 24 tahun lalu.
Namun, permaisuri ragu karena Raja Ajong seingat permaisuri tidak punya anak.
Akhirnya permaisuri mengutus pengawal untuk mencari tahu tentang La Hami ke
Sanggar. Beberapa hari kemudian, utusan itu pulang memberi kabar bahwa yang
sebenarnya La Hami adalah anak Ompu keli, Raja Ajong Sanggar yang dulu adalah
Datu Ranga Sumbawa. La Hami adalah anak angkat yang ditemukan di pantai Sanggar
ketika masih berumur sekitar satu bulan dengan tanda-tanda ada sehelai tilam
daun jontal, sehelai selimut buatan Bima, dan dokoh mas yang amat permainya.
Mendengar kabar Cahya Amin sangat gembira karena pastilah La Hami itu putranya
dan dengan segera beberapa hari kemudian menyuruh utusan untuk menjemput La
Hami.
Kabar yang menyenangkan seisi istana Sanggar ini membuat Raja Sanggar,
Sultan Amarullah, Raja Ajong, Lalu Jala, La Hami, dan Putri Nakia datang
menghadap Sultan Abdul Azis untuk mengabarkan perihal yang sebenarnya. Sebelum
datang rombongan dari Sanggar, terdengarlah kabar kalau Sultan Bima Sultan
Kamaruddin akan datang ke Dompo untuk menjemput putranya La Hami. Perjalanan
dari Dompo ke Sanggar, Sultan Kamaruddin diiring oleh Raja Ajong, Permaisuri
Cahya Amin dan Putri Sari Langkas diiring oleh Putri Nakia, dan La Hami dengan
Lalu Jala. Dalam perjalanan menuju Sanggar terlihatlah pula kalau Lalu Jala
menyukai adik La Hami yakni Putri Sari Langkas. Pada suatu hari, Sultan Bima
menyampaikan maksudnya melamar Putri Nila Kanti untuk La Hami dan Raja Sanggar
Sultan Amarullah melamar Putri Sari Langkas kepada Sultan Bima Sultan
Kamaruddin untuk Lalu Jala. Pada hari yang telah ditentukan, dilangsungkanlah
perkawinan keempat sejolo ini dengan meriah. Beberapa bulan kemudian, La Hami
dinobatkan menjadi Sultan Bima dengan gelar Sultan Abdul Hamid dan Lalu Jala
dinobatkan menjadi Sultan Sanggar dengan gelar Sultan Abdul Jalal.
10. Judul : APA DAYAKU KARENA AKU SEORANG PEREMPUAN
Penulis : Sutan Nur IskandaTahun : 1923
Angkatan : 20 -an
Aku mau bersekolah karena Mamaknya orang yang berkuasa. Mamak lebih
berkuasa daripada Bapak. Adat kebiasaan di kampung, kemenakan lebih dahulu
ditawarkan oleh Mamaknya sebelum di berikan orang lain. Mamak meninggal, hilang
sudah tempat pergantunganku. Tunangannya datang ke rumah. Ia ingin pergi ke
Jakarta karena tidak nyaman tinggal di kampung. Ia adalah pengganti Ibu yang
sudah meninggal. Ia berjanji jika sudah setahun ia akan kembali ke kampung. Aku
risau, karena sebagian besar anak laki-laki yang sekolah di Jakarta tidak mau
pulang ke kampung halaman. Teman-teman banyak yang datang mengadu kepadaku
akibat menikah muda. Aku tidak boleh membantah, karena ini adalah kehendak
orang tua. Sebagian besar suami tidak bertanggung jawab atas masalah kawin
paksa. Mereka menganggap perempuan seperti benda yang tidak bernyawa. Semua
keluarga pasti malu kalau anak gadisnya tidak cepat-cepat menikah, tetapi
menikah di bawah umur mendatangkan banyak masalah. Ani adalah perempuan yang
berterus terang. Harta yang ia punya adalah milik Mamaknya dan hasil usaha
Bapaknya. Seorang ayah bersifat otokratik terhadap anak perempuannya, bila ia
menyekolahkan anaknya dan terlibat dengan cinta. Ani terpaksa menulis surat
surat untuk kekasihnya supaya menjemputnya segera, walaupun ia tahu kehidupan
kekasihnya belum mapan. Saat kekasihnya menerima surat, permintaannya belum
dapat dikabulkan. Kekasihnya ingin ia menikah ketika umurnya sudah cukup. Bapak
Ani meminta kekasih Ani untuk megirim ulang surat dan perhelatan akan segera
berlangsung. Kalau tidak mengirim surat putus, ia harus mengirim surat talak
untuk isterinya. Keluarga harus menutup malu jika anak perempuannya tidak
cepat-cepat berkeluarga. Menikah sebelum berpencarian akan menimbulkan masalah
besar dalam keluarga. Pandangan generasi tua selalu berkaitan dengan Agama
Islam, menikah di usia tua seperti meniru orang Belanda. Ayah merasa menyesal
karena Mamak menyekolahkan Ani karena akhirnya Ani tidak menurut dengan orang
tua. Sesuatu yang baru sulit dirubah walaupun ada kebenarannya.
Mamak Datok Hitam mempunyai pikiran yang sama dengan Ani. Setelah terima
surat dari kekasihnya, Mamak Datok Hitam akan pulang ke kampung dan menjelaskan
yang sebenarnya. Amak Datok Hitam bukanlah Mamak kandung, ia selalu di dengar
dan di hormati masyarakat kampung. Peranan Mamak Datok Hitam adalah memberika
budi pekerti yang lembut, serta memberikan jasa, pendidikan, dan pertanian
kepada kampung. Pikiran Mamak Datok Hitam selalu berkaitan dengan pernikahan
usia muda. Ia selalu diterima dengan 2 cara, dengan setuju, dan disindir secara
halus yang masih kebiasaan rdilakukan oleh masyarakat kampung. Durkana
menangguhkan perkawinan karena ingin menguatkan diri dengan senjata hidup dan
Ani yang berjanji akan menunggu waktu yang tepat. Mak Datok Hitam berperan
bahwa laki-laki harus menaruh belas kasihan terhadap isteri. Mamak datok Hitam
berpendapat bahwa laki-laki lupa dengan perasaan perempuan, seperti orang
bangsawan yang menganiaya kaum perempuan dan orang tua yang ingin beristeri
muda.
B. NOVEL ANGLATAN 30-AN ( PUJANGGA BARU ) :
1. Judul : BELENGGU
Karya : ARJJIMIN PANE
Angkatan : 30 -an
Dokter sukartono menikahdengan seorang perempuanberparas ayu, pintar serta
lincah.Perempuan itu bernama Sumartinidengan panggilan Tini. SebenarnyaDokter
Sukartono tidak mencintaiSumartini. Begitu juga sebaliknyadengan Tini, ia tidak
mencintaiDokter Sukartono. Mereka menikahberdua dengan membawa
alasanmasing-masing. Dokter Sukartonomenikahi Sumartini karenakecantikan,
kecerdasan sertakelincahan yang dimilikinya.Menurut pikiran DokterSukartono
perempuan yang cocokuntuk mendampinginya sebagaiseorang dokter adalah
Sumartini.Sumartini sendiri menikahi DokterSukartono, karena dia hendak
melenyapkan sejarah masa silamnya.Dia berpendapat menikah dengan seorang
dokter, maka besarkemungkinan dia berhasil melupakan masa lalunya yang kelam.
Jadikeduanya tidak saling mencintai. Keduanya mempunyai alasanmasing-masing
mengapa mereka sampai jadi menikah. karenamereka tidak saling mencintai, mereka
berdua juga tidak pernahakrabDokter Sukartono dengan Sumartini jarang sekali
bertukarpikiran atau berbicara. Masalah yang mereka hadapi masing-masingtidak
pernah mereka usahakan dipecahkan secara bersama-samalayaknya suami-istri.
Masing-masing memecahkan masalahnyadengan sendiri-sendiri. Karena hal itu,
keluarga ini tidak harmonisdan terasa hambar, mereka sering salah paham dan
sukabertengkar.Ketidak harmonisan keluarga ini semankin menjadi-jadi
sebabDokter Sukartono sangat bertangung jawab dan mencintaipekerjaannya sebagai
seorang dokter. Dia bekerja menolong orangtanpa mengenal waktu. Jam berapapun
pasien yang membutuhkan
2. Judul : LAYAR TERKEMBANG
Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana
Angkatan : 30-an
tuti adalah putri sulung dari Raden Wiriatmadja. Ia dikenal sebagai seorang
gadis yang berpendirian teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi
wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam, sangat berbeda
dengan adiknya, Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat
akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan
perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi
Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di Martapura,
Sumatera Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi akrab dengan diantarnya Tuti dan
Maria pulang ke rumah. Bagi Yusuf, pertemuan itu berkesan cukup mendalam. Ia
selalu teringat dengan kedua gadis tersebut, terutama Maria. Kepada gadis
lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tercurahkan. Menurutnya, wajah Maria
yang cerah dan berseri-seri, serta bibirnya yang selalu tersenyum itu,
memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka, Yusuf bertemu
lagi dengan Tuti dan Maria di depan hotel Des Indes. Yusuf pun dengan senang
hati menemani keduanya berjalan-jalan. Di perjalanan, mereka bercakap-cakap
sangat akrab, terutama Maria dan Yusuf.
Sejak perkenalan itu, hubungan antara Maria dan Yusuf menjadi hubungan
cinta. Sementara, Tuti tidak sempat memikirkan Yusuf karena kegiatan
kongres-kongres yang amat sering diikutinya sehingga perhatiannya tidak
tercurah pada kenalan baru mereka.Suatu ketika terjadi salah paham antara Tuti
dan adiknya. Tuti tidak ingin adiknya diperbudak oleh perasaan dan rasa rendah
diri di muka laki-laki. Ia ingin Maria tidak tergantung pada Yusuf karena hubungaan
cinta itu. Tuti menganggap sikap Maria yang amat mengharapkan Yusuf itulah yang
menyebabkan martabat kaum wanita justru direndahkan.Maria menjawab bahwa
pikiran Tuti itu mengandaikan bahwa hubungan percintaan selalu diperhitungkan
oleh hubungan fungsional. segala sesuatu ditimbang dan diukur dengan
berbelit-belit. Maria bahkan menyinggung dengan keras bahwa sikap yang dipilih
kakaknya sebagai penyebab putus dengan Hambalitunangannya. Pertengkaran itu
berakibat jauh bagi tuti. Ia mulai berpikir dan goyah pada sikap yang selama
ini diyakininya. Sikap tuti berangsur-angsur berubah. Di rumah pamannya dia
menujukan rasa kasihnya pada rukmini sepupunya, dia mulai memerhatikan kesenian
sandiwara yang dimainkan oleh adiknya dan yusuf. Tuti mulai dapat menghargai
hal-hal yang duku dianggapnya remeh. Selama itu baru di sadarinya bahwa apa
yang di katakannya dalam kongres-kongres atau apa yang dipikirkannya tidak
terjadi dalam kehidupan pribadinya. Ia mulai merasakan kesepiaan
dalamkesendiriannya.Di tempatnya bekarja, tuti mendapat teman baru, seorang
guru muda
Perhatian Tuti beralih pada Maria. Ia amat sedih dan khawatir akan keadaan
adiknya. Yusuf yang sering berkunjung ke Pacet secara kebetulan dan kemudian
menjadi dekat pada Tuti. Mereka berdua amat prihatin akan keadaan Maria
Keadaan Maria berakhir dengan kematiannya. Sebelum meninggal Maria telah
berpesan kepada Tuti supaya kelak kalau jiwanya tidak terselamatkan, kakaknya
bersedia menjadi istri kekasihnya saat ini.
Tuti dan Yusuf telah kehilangaan seseorang yang mereka kasihi bersama.
Sepeninggal Maria, Tuti merasakan bahwa Yusuf dapat dicintainya dengan
tulus,demikian pula cinta Yusuf pada Tuti. Sekarang Tuti merasa yakin bahwa
Yusuf adalah calon suami yang baik yang bisa dicintainya.
bernama soepomo. Lambat laun perasaan cintanyabersemi. Namun proses itu
tidak lama. Ia kembali idealis. Selama menjadi kekasih soepomo sebenarnya
disadarinya juga bahwa hatinya tergerak bukan sikap yang tulus mencintai
Soepomo. Ia yakin sikapnya pada Soepomo hanyalah pelarian dari kesepiaan batin
dan dari kegoncangan pandangan-pandangannya semula. Ketika Soepomo akan
mengambilnya menjadi istrinya, Tuti harus memilih kawin atau tetap setia pada
organisasi Putri Sedar yang tidak dapat di tinggalkannya. Ia teringat peristiwa
putusnya hubungan pertunangannya dengan Hambali. Akhirnya Tuti tetap mengambil
keputusan ia harus meninggalkan Soepomo karena memang tidak di cintainya,
walaupun usia Tuti telah 27 tahun.Maria adiknya sakit parah. Ia terserang
malaria, muntah darah dan TBC. Keluarga Wiraatmaja akhirnya merelakan Maria di
rawat di rumah sakit Pacet.
3. Judul : DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM
Penulis : Sutan takdir Alisjahbana
Tahun : 1933
Agkatan : 30- an
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan
bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada
saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di
serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta
pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun,
hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status
sosial yang mencolok antara keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta
kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah
sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka
tumbuh dalam kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang
selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara
terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan
seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala
kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak
oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin.
Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu
pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua
keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek.
Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima
lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya
pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan
bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan
Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid
terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan,
kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena
kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba
menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas.
Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek
yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
4. Judul : KALAU TAK UNTUNG
Penulis : Sariamin Ssmail
Angkatan : 30 - an
Rasmani dan Masrul adalah dua orang sahabat karib. Persahabatan yang
dimulai sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar itu menimbulkan perasaan lain
didiri Rasmani. Diam-diam dia mencintai pemuda yang begitu menyayanginya dan
memanjakanya itu. Ketika Masrul harus pindah ke Painan untuk bekerja, Rasmani
dengan berat hati melepaskanya. Perasaan ini pun dirasakan oleh Masrul. Surat
pertama yang diterima Rasmani dan Masrul, setelah beberapa hari mereka
berpisah, membuatnya tak percaya. Guru yang mengajar di desanya ini menduga
akan mendapatkan berita yang menggembirakan, tetapi yang terjadi justru
sebaliknya. Dalam suratnya, Masrul mengatakan bahwa dia harus menikah dengan
Aminah, anak mamaknya, dua tahun setelah ia mendapatkan banyak pengetahuan di
Painan. Masrul melakukan itu karena terpaksa. Ia harus menuruti keinginan kaum
kerabatnya, terutama ibunya. Demi kebaikan Masrul, Rasmani menerima sikap
Masrul walaupun dengan menahan perasaannya yang sakit. Diperantauan, Masrul
bekerja sebagai juru tulis. Ia mendapat tawaran dari Guru Kepala untuk menikahi
anaknya yang bernama Muslina. Pada mulanya, Masrul menolak karena ternyata hati
kecilnya lebih tertarik pada Rasmani yang telah lama dikenalnya. Selain itu, ia
juga merasa tidak enak kepada Aminah dan kaum kerabatnya apabila ia mengingkari
janjinya. Akan tetapi, karena kepintaran Guru Kepala dan istrinya itu mendesak
Masrul, akhirnya Masrul menerima tawaran itu. Keputusan Masrul untuk menikah
dengan Muslina membuat kaum kerabatnya kecewa dan marah besar. Perasaan Rasmani
sendiri begitu kacau. ” Bagaimana hati Rasmani ketika menerima surat Masrul
yang mengatakan beristri itu, tak cukup rasanya perkataan dalam bahasa yang kan
mewartakanya karena ketika itulah ia tahu benar dan insyaf bahasa ia cinta
kepada Masrul.” Kehidupan rumah tangga Masrul dengan Muslina yang sudah
membuahkan seorang anak, ternyata tidak berjalan serasi. Keduanya sering
terjadi percecokan. Hal itu disebabkan tidak dihargainya Masrul sebagai seorang
suami. Akibatnya, Masrul sering tidak pulang kerumahnya. Ia menghabiskan
waktunya dengan bermabuk-mabukan. Keadaan yang semakin memburuk dan tidak dan
tidak ada tanda-tanda terselamatkan, membuat Masrul berpikir untuk menceraikan
Muslina. Jawabanya pun tidak memuaskan hatinya sehingga keputusan cerai mutlak
dilakukan. Sementara itu, Rasmani yang sudah berkeinginan untuk tidak menikah
setelah pujaan hatinya menikah dengan orang lain, bertambah hancur hatinya. Ia
tidak bisa melawan rasa cintanya pada Masrul walaupun berbagai usaha
dilakukanya, termasuk mengizinkan Masrul menikah dengan Muslina, keputusan yang
sebenarnya bertentangan dengan hati nurani. Hal ini ditambah lagi dengan
pernyataan Masrul belakangan, yang mengatakan bahwa selama ini hidupnya tidak
beruntung dan sebetulnya ia mencintai Rasmani. “Api yang telah hampir padam
itu, mulailah kembali memperlihatkan cahayanya, menyala makin lama, makin
besar. Kenyataan yang tidak diduga oleh Rasmani dan keluarganya adalah ketika
Masrul muncul di kediamanya di Bukitinggi. Semua kejadian diceritakan oleh Masrul
yang membuat Rasmani begitu sedih dengan penderitaan kekasihnya itu. Beberapa
waktu kemudian, Masrul melamar Rasmani. Namun, sebelum mewujudkan pernikahanya,
ia meminta izin untuk mencari pekerjaan terlebih dahulu karena sebelumnya ia
telah mengundurkan diri dari pekerjaanya di Painan. Masrul ingin mencari
pekerjaan di Medan, dengan harapan akan lebih cepat bekerja dengan bantuan adik
Engku Rasad, teman baiknya di Painan. Akan tetapi sampai beberapa bulan
lamanya, Masrul belum juga mendapatkan pekerjaan dan berita keadaan dirinya tak
pernah dikabarkan kepada Rasmani. Hal ini membuat Rasmani berkecil hati dan
menganggap Masrul tidak setia. Rasa putus asa Rasmani bertambah-tambah setelah
Masrul mengatakan bahwa Rasmani tidak usah menunggunya kalau ada orang lain
mencintainya, dalam suratnya yang datang kemudian. Keputusan Masrul itu membuat
Rasmani jatuh sakit. Rupanya sakit Rasmani yang hmpir sembuh dengan kedatangan
Dalipah, kakaknya yang selalu mendampinginya dalam kesedihan, kambuh lagi
karena dikabarkan bahwa Masrul berhasil mendapatkan pekerjaan dan membatalkan
keputusan yang dulu disampaikan kepada Rasmani melalui surat yang datang
menyusul. “Surat yang membawa kabara baik itu rupanya lebih mengejutkan Rasmani
dan lebih merusakan jantungnya yang telah luka itu, dari surat yang dahulu.
Rasmani akhirnya meninggal tanpa disaksikan Masrul yang datang terlambat.
5. Judul : Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Penulis : Hamka
Angkatan : 30- an ( Pujangga Baru )
Semenjak usia 9 bulan, Zainuddin sudah ditinggal meninggal oleh ibunya
Daeng Habibah. Disusul ayahnya Pendekar Sutan tidak lama kemudian. Mak Base-lah
yang merawat dan membesarkan Zainuddin. Zainuddin lantas pergi ke Padang untuk
mencari keluarga ayahnya di Desa Batipuh, Padang. Di kota ini, Zainudding
tinggal di rumah Made Jamilah, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan
ayahnya. Sebagai pendatang dari Makassar, Zainuddin merasa asing di Padang.
Suatu hari, Zainuddin bertemu dengan seorang gadis yang berhasil mencuri
hatinya. Dia adalah Hajati. Zainuddin jatuh hati pada Hajati pada pandangan
pertama, ketika dirinya meminjamkan payung pada gadis tersebut. Setelah itu
hubungan mereka makin lama makin akrab. Tak pelak hal ini menuai gunjingan dari
orang-orang Batipuh. Demi menjaga nama baik semuanya, ibunda Hajati meminta
Zainuddin untuk meninggalkan Batipuh. Dengan terpaksa, Zainuddin pergi ke
Padang Panjang. Sebelum Zainuddin pergi, Hajati sempat menyatakan bila hatinya
hanya untuk Zainuddin. Hal inilah yang kelak membuat Zainuddin kembali pada
Hajati.Setelah beberapa waktu di Padang Panjang, Hajati bertandang ke Padang
Panjang atas undangan Chadidjah. Mereka mau menonton pacuan kuda. Di sinilah,
Zainuddin hendak menemui Hajati. Sayang, beberapa hal membuat keduanya tidak
bertemu. Kecuali, saling pandang selama beberapa waktu. Chadidjah mengejek cara
Zainuddin dan Hajati bertemu. Chadidjah sebenarnya punya niat untuk menjodohkan
kakak perempuannya dengan Zainuddin. Selang beberapa waktu Mak Base di Padang
meninggal. Zainuddin pun menerima warisan yang cukup berlimpah. Karena, ucapan
Hajati dulu, Zainuddin pun mengirimkan sepucuk surat yang intinya berisi bahwa
dirinya melamar Hajati. Di saat bersamaan, Hajati juga sedang menghadapi
pinangan seorang pria bernama Aziz. Pada akhirnya, Hajati harus menolak lamaran
Zainuddin dan lebih memilih Aziz sebagai pendamping hidup. Penolakan tersebut
membuat kecewa Zainuddin. Sampai-sampai dia jatuh sakit. Berkat motivasi yang
diberikan oleh Muluk, anak dari ibu kosnya, Zainuddin berhasil move on. Bersama
Muluk, Zainuddin merantau ke Jakarta untuk mengadu peruntungan. Di Jakarta, tak
dinyana, Zainuddin sukses menjadi penulis terkenal dengan nama pena “Z”. Di
sana juga, Zainuddin mendirikan grup tonil (musik) bernama Andalas. Kehidupan
Zainuddin secara ekonomi pun membaik. Setelah ke Jakarta, Zainuddin hijrah
kembali. Kota yang ditujunya kali ini adalah Surabaya. Di kota ini, Zainuddin
memutuskan untuk membuka penerbitan.Ketika Zainuddin sukses di Surabaya, Hajati
juga sedang berada di Surabaya mengikuti Aziz. Tuntutan pekerjaan mengharuskan
Aziz berada di Surabaya. Aziz dan Hajati kemudian diundang ke pertunjukan tonil
yang dihelat oleh Zainuddin. Saat itu, Zainuddin lebih dikenal dengan nama Tuan
Shabir. Hubungan ketiganya baik-baik saja. Pada perkembangan selanjutnya, Aziz
harus menghadapi pemecatan. Demi mencukupi kebutuhan ekonomi keduanya mesti
banting tulang sana-sini. Bahkan, mereka harus keluar-masuk dari rumah
kontrakan ke rumah kontrakan lainnya. Sementara, barang-barang mereka habis
untuk melunasi utang-utang yang menumpuk. Selama di Surabaya, setelah dipecat,
Aziz mulai menunjukkan tanda-tanda kurang baik. Dia mulai suka main perempuan,
berjudi, dan mabuk-mabukan. Bahkan secara terang-terangan, Aziz menyatakan
sudah tidak lagi mencintai Hajati. Zainuddin kemudian menawarkan keduanya untuk
menumpang tinggal di rumahnya.Sebulan tinggal di rumah Zainuddin, Aziz pergi
begitu saja ke Banyuwangi dan meninggalkan Hajati sendirian. Sebagai bujangan,
Zainuddin lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Karena itu, dia jarang
bisa bertemu Hajati. Suatu hari, Muluk memberitahu Hajati bahwa sebenarnya
Zainuddin masih mencintai Hajati. Bahkan di kamar kerja Zainuddin masih
terpampang foto Hajati.Beberapa waktu berselang, sebuah berita mengejutkan
datang kepada Hajati. Berita itu mengabarkan bahwa secara sepihak Aziz sudah
menceraikan Hajati. Dia juga meminta Hajati untuk tinggal bersama Zainuddin
(maksudnya menikah). Di Koran nasional, kemudian diwartakan jika Aziz sudah
mati bunuh diri dengan cara meminum pil tidur banyak-banyak. Jasad Aziz
ditemukan di sebuah hotel di Banyuwangi.Sebenarnya, Hajati juga masih menyimpan
perasaan terhadap Zainuddin. Dan setelah Aziz menceraikannya dan meninggal
pula, Hajati meminta Zainuddin untuk mengganggapnya apapun asal bisa tinggal
satu atap dengannya. Permintaan itu justru membuat Zainuddin berang. Dia bahkan
mengungkit-ungkit soal betapa kecewanya dia waktu lamarannya ditolak Hajati
dulu. Hajati pun hendak pergi ke Jakarta naik kapal Van Der Wijck. Seperginya
Hajati, Zainuddin sadar jika dirinya sebenarnya tidak bisa hidup tanpa Hajati.
Karenaitu,dia menyusulnya naik kereta api saat itu juga. Zainuddin berharap
bisa bertemu Hajati untuk mengungkapkan perasaannya.Sayang, harapan Zainuddin
tinggallah harapan saja. Sebab, kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hajati
karam di dekat Tuban. Hajati sendiri ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Jenazahnya kemudian dimakamkan di Surabaya.Setelah Hajati meninggal, kondisi
kesehatan Zainuddin memburuk. Hingga, akhirnya dia meninggal dunia. Jenazah
Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hajati.
6. Judul : Anak Perawan di Sarang Penyamun Penulis : SUTAN TAKDIR
ALISJAHBANA Angkatan : 30 –An ( Pujangga Baru )
Diceritakan tokoh Medasing adalah ketua segerombolan perampok. Suatu hari
Medasing dan gerombolannya menyerang rombongan Haji Sahak. Mereka berhasil
membunuh Haji Sahak dan beberapa anggotanya, istri Haji Sahak tidak meninggal
akan tetapi sakit parah. Sedangkan Sayu, putri Haji Sahak dibawa oleh Medasing
beserta Harta Haji Sahak ke markas mereka.
Sayu hanya bisa menangis meratapi nasibnya. Suatu hari Sayu melarikan diri
ketika para penyamun terlelap tidur dan Sayu berhenti di tengah hutan. Sadar
akan usaha yang sia-sia, Sayu beristirahat di bawah pohon dan pasrah.
Datanglah Samad yang bertugas menjadi mata-mata dari gerombolan penyamun
tersebut. Ia bermaksud mengambil bagian dari harta rampokan mereka dan di
tengah perjalanannya ia bertemu Sayu. Kecantikan Sayu membuatnya tertarik dan
berniat melarikan diri bersama Sayu dengan membawa seluruh harta rampokan
mereka.
Datanglah ia ke sarang penyamun untuk mengambil harta curian. Namun sampai
disana, Samad mendapati Medasing yang telah bangun dan akhirnya mengurungkan
niatnya. Medasing menyadari hilangnya Sayu dan langsung pergi mencari Sayu.
Akhirnya Sayu ditemukan.
Waktu semakin berlalu dan Sayu mulai terbiasa hidup dengan para penyamun
dan Samad semakin lama semakin menginginkan Sayu. Timbullah pikiran licik pada
diri Samad. Suatu ketika Samad memberikan informasi kepada Medasing bahwa akan
datang Saudagar kaya raya ke Pagar Alam padahal yang akan datang bukanlah
Saudagar kaya akan tetapi sekelompok serdadu yang membawa persenjataan lengkap
untuk kepentingan militer di tanah Pasemah. Pada saat menjalankan aksinya Tusin
tewas tertembus peluru salah satu serdadu. Sementara itu Samad melarikan diri.
Akhirnya Medasing dan Sanip kembali kepondok tanpa membawa hasil.
Suatu ketika Medasing dan Sanip pergi berburu, namun mereka terjatuh ke
jurang ketika tengah mengejar buruan. Medasing terluka parah sedangkan Sanip
meninggal dunia. Dengan hati bersedih karena Sanip meninggal dunia, Medasing
akhirnya sampai di Pondok para penyamun. Medasing dirawat oleh Sayu. Kini
tinggal Sayu dan Medasing yang ada di tempat tersebut. Suatu hari persediaan
makan mereka hampir habis dan akhirnya mereka pergi ke rumah Sayu. Namun sampai
disana ternyata rumah tersebut sudah bukan milik orang tua Sayu lagi dan mereka
diberitahu alamat Ibu Sayu sekarang. Datanglah mereka ke tempat tersebut dan
menemui Ibu Sayu yang tengah sakit. Pertemuan tersebut adalah pertemuan
terakhir. Melihat kejadian tersebut, Medasing pergi dan menyadari bahwa
tindakannya selama ini adalah salah. Ia menyadari betapa kejamnya dirinya
selama ini. Suatu ketika Medasing pulang dari tanah suci. Ia taubat. Akhirnya
ia menikah dengan Sayu dan hidup bahagia.
7. Judul : KARENA KERENDAHAN BOEDI
Penulis : SAID DAENG MUNTU
Angkatan : 30- an ( Pujangga Baru )
Nuripah yang baru menginjak tingkat dua di A.M.S Jakarta itu, tiba-tiba
dipanggil pulang oleh kedua orang tuanya di kampung. Karena mereka hendak
menikahkan Nuripah dengan seorang kepala suku, yaitu Arung Mallawa. Walaupun,
dalam hatinya menolak dan lagi pula di sudah mempunyai pacar di Jakarta, yaitu
Yunus. Namun, karena hormat dengan orang tuanya dia terpaksa pulang dan
kemudian terpaksa menikahdengan Arung Mallawa. Sebaliknya, Yunus pun rupanya
telah dijodohkan oleh orangtuanya. Yunus hendak dijodohkan dengan gadis
Minangkabau. Di Minahasa, Nuripah karena tidak bahagia menikah dengan Arung.
Rupanya, dia bergaul erat dengan Mondouw. Dia adalah seorang pemuda modern yang
bersekolah di sekolah pertanian Bogor. Nuripah ternyata jatuh hati de dengan
Mondouw.Begitu punsebaliknya, Mondouw pun juga mencintai Nuripah. Malah,
Mondouw berjanji akan melarikan Nuripah dari cengkraman Arung, ke Menado dan
disana mereka akan menikah.Untuk kelancaran mereka, Mondouw memutuskan untuk
berangkat terlebih dahulu ke Menado. Sedangkan, Nuripah untuk sementara waktu
menunggu dulu di Makassar. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Nuripah
menerima kabar juga dari Mondouw yang telah dinanti nantinya itu. Namun sayang,
berita yang didapatnya ternyata bukan kabar bahagia melainkan kabar pahit.
Mondouw meminta maaf sebab dia telah dipaksakan kawin oleh kedua orang tuanya
dengangadis pilihan orang tuanya di Menado. Hati Nuripah begitu hancur lebur
dan tak menentu. Hidup Nuripah di Makassar terlunta-lunta. Dia tidak punya
pegangan lagi, suami dan anaknya telah ia tinggalkan karena saran Mondouw
beberapa waktu lalu.Sudah beberapa bulan rumah kontrakannya tidak ia bayar.
Bakareng, si tuan rumah yang kaya itu sudah hendak mengusir nya. Namun entah
kenapa, Bakareng membatalkannya. Sebab setelah berpapasan muka dengan Nuripah.
Bakareng kaya yang sudah tua itu mal ah jatuh cinta dengan Nuripah. Kesempatan
ini tidak disia-siakan oleh Nuripah. Nuripah yang terlantung-lantung dan putus
asa itu, betul-betul memanfaatkan Bakareng. Dengan segala bujukan dan rayuan,
Nuripah akhirnya dapat memanfaatkan uangBakareng untuk pergi ke Pulau Jawa. Di
Pulau Jawa, Nuripah hidup dari hotel ke hotel sebagai wanita panggilan. Uang
Bakareng tua itu sudah ludes diperas oleh Nuripah. Namun rupanya, sebagai
seorang perempuan yang tadinya merupakan keturunan baik-b aik, Nuripah
sebenarnya pernah juga berusaha untuk menghentikan tingkah lakunya yang jelek
itu. Dia hendak kembali ke jalan yang lurus, serta menjadi ibu yang baik. Dia
begitu rindu kepada Bakhtiar anaknya itu. Walaupun dia telah berusaha, namun
karena nasibnya harus begitu sampai dengan akhir khayatnya. Nuripah terus
sajadi jalan yang tidak benar. Dia menjadi perempuan panggilan. Dia sangat
frustasi sebab walaupun sampai pernah memelas dan hendak mencium kaki bekas
suaminya sewaktu di Surabaya. Agar dia masih bisa diterima kembali sebagai
istrinya ataupun hanya sebagai inang pengasuh bagi anaknya. Namun betapa hancur
Nuripah,sebab jangankan sampai bisa kembali lagi sebagai seorang istri maupun
sebagai inang bagi anak kandungnya sendiri,. Segala kesalahannya dulu tidak
dimaafkan oleh suaminya.Sungguh kasihan dan perihnya hidup Nuripah
8. Judul : TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
Penulis : S. Takdir Alisjbhana
Angkatan : 30- an ( Pujangga Baru )
Novel ini mengisahkan kehidupan dua bersaudara, Mansur dan Laminah,
kakak-adik, anak dari Madang. Mereka sejak kecil ditinggal ibu. Lalu ayah
meninggal saat mereka sang Kakak kira-kira berumur 8-9 tahunan. Sang adik masih
kecil. Sejak kepergian ayah, mereka tinggal dengan Tante. Di situ mereka hidup
tidak tenang. Mansur dipaksa bekerja keras, menggembala di padang, dan mencari
kayu bakar. Sedangkan adik, Laminah, dipaksa menjaga sepupunya yang masih
kecil. Sewaktu masih ada ayah, mereka hidup bahagia. Ayah sering memungut
durian atau mencari ikan di sungai. Mereka menunggu di rumah. Mereka juga ikut
ayah menjual durian ke ujung sungai. Pergi dengan rakit yang bergerak dengan
arus sungai.Mereka juga sering berkunjung ke rumah Tante yang berdekatan. Waktu
itu Tante dan suaminya sayang sama mereka. Mereka dimanja. Namun, ketika ayah
tidak ada, sikap suami Tante berubah. Dia menjadi bengis dan kadang-kadang
tidak menaruh iba pada anak yatim piatu itu. Laminah yang jadi korban, dipukul
karena membuat anaknya luka. Padahal anaknya menginjak pisau saat bermain
dengan Laminah. Apa boleh buat, sang kakak makin besar dan tangguh. Mereka
berlindung di rumah sepasang kakek-nenek yang amat sayang pada mereka sebelum
berangkat ke Bengkulu untuk mencari pekerjaan. Saya salut dengan
kegigihan-perjuangan sang kaka beradik dalam novel ini. Meski ini hanya novel,
kisahnya membawa pesan perjuangan dan kejujuran. Kedua nilai ini yang dihidupi
kakak-beradik. Namun, saya tidak begitu tertarik dengan novel ini. Sesuai
judulnya, kisah kedua kakak-adik ini berakhir tragis. Mereka selalu dirundung
duka. Banyak cobaan hidup yang mereka alami. Sampai akhirnya adik bunuh diri
dengan cara mencebur ke laut karena stres sang kakak dipenjarakan.Kemudian sang
kakak kecewa karena harus hidup sendiri. Baginya tidak ada arti kalau adik
telah tiada. Dia pergi dengan kapal lalu mencebur ke laut. Kru penyelamat kapal
berusaha menolongnya namun gagal.
9. Judul : Merantau Ke Deli
Penulis : HAMKA
Angkatan : 30- an (Pujangga Baru )
Merantau ke deli adalah sebuah realitas zaman pada masa colonial. Sebuah
tempat di daerah sumatera utara yang memiliki lahan luas sebagai tempat utama
perkebunan tembakau. Tentu dalam fakta sejarah dituliskan para pekerja yang
terdapat dalam perkebunan tersebut adalah para perantau dari luar sumatra,
yakni orang-orang jawa dan cina. Sekelumit hamka menuliskan bagaimana kehidupan
yang dirasakan oleh orang-orang perkebunan sungguh miris dengan kondisi yang
serba kritis. Hanya sedikit orang-orang perkebunan yang bernasib mujur dapat
menjadi mandor, assistant, bahkan nyai. Poniem adalah salah satu pekerja yang
beruntung tersebut. Wajahnya yang sedikit cantik membuat ia dipelihara oleh
belanda dengan menjadi nyai. Sebuah istilah untuk mengatakan simpanan belanda.
Poniem yang memang sebatang kara dan bodoh kala tiba di deli hanya pasrah
dengan nasib. Kehidupan sebagai seorang nyai hanya melayani sang tuan saja.
Nyai yang melayani tuannya tidak harus dijadikan sebagai istri. Ibarat pepatah
ia hanya madu bunga yang cuma dihisap saja manisnya. Kepasrahan poniem lantas
mempertemukan dia dengan leman. Pedagang minang yang jatuh hati dengan poniem.
Walau ia telah menjadi nyai namun leman tetap bertekad untuk menjadikan poniem
sebagai istri yang sah. Dialektika ini terus terjadi kala poniem yang malu
dengan status nyai menolak ajakan leman untuk menikah. Sebaliknya leman yang
memang telah jatuh hati nekad untuk menanti jawaban poniem. Singkat cerita
poniem menerima cinta leman dan keluar dari perkebunan deli untuk menikah.
Realitas seorang nyai dan deli kini tuntas dalam benak keduanya. Seusai menikah
keduanya mencoba memulai kehidupan dengan menjadi pedagang. Jalan terjal dalam
membangun bahtera rumah tangga ditengah himpitan ekonomi kadang membuat leman
putus asa. Poniemlah yang mampu membawa suasana dalam bahtera tersebut menjadi
hidup. Poniem dengan budaya jawanya memiliki kesetian sedarah dengan sang
suami. Keduanya saling membahu hingga ahirnya ekonomi mereka membaik bahkan
maju. Dibantu dengan teman sejawat poniem yang melarikan diri dari deli lantas
menjadikan usaha mereka maju pesat. kemajuan pesat ini lah yang lantas
mengundang secara tiba-tiba sanak kerabat leman yang tiba-tiba datang. tentu
hal ini menjadi kebanggaan keduanya ketika kemasyuhran mereka telah terdengar
hingga kampung asal leman di minangkabau. tak ada gading yang tak retak,
mungkin inilah yang dicba dicari oelh sanak kerabat leman kala melihat leman
yang telah sukses dengan perdagangannya menikah dengan orang non minang.
apalagi keduanya belum mendapat seorang anak di tahun ke lima pernikahanya.
“Belum dianggap menikah orang tersebut, jika tidak dengan orang minang” latar
belakang poniem sebagai orang jawa dianggap asing di mata keluarga leman.
Apalgi poniem adalah buruh kebun yang tak jelas asal usul keluarganya. Hal ini
lah yang menjadi pisau untuk membuat celah dalam keluarga leman. Pada awalnya
sang kelaurga menyayangkan pernikahan leman yang tidak berjodoh dengan orang
jawa. Lantas dialnjutkan dengan asal usul keluarga yang tak jelas. Ahirnya
pihak keluarga menyuruh leman untuk menikah lagi dengan wanita minang pilihan
keluarganya. Leman yang awalnya menolak kemudian meragu kemudian menerima
usulan tersebut. Lain halnay dengan poniem yang sebenarnya menolak pernikahan
kedua sang suami hanya bisa mengelus dada karna memang tak punya kuasa.
Pernikahan tersebut berlangsung, leman membawanya ke medan tinggal serumah
dengan poniem. Maka sejak saat itu timbulah konflik antar dua wanita beda suku
tersebut. Poniem yang dipandang sebelah mata oleh istri muda memang tak juga
mendapat perhatian dari leman. Konflik memuncak kala poniem bersitegang dengan
istri muda dan ahirnya leman memilih istri mudanya dan menceraikan poniem.
Hidup sebatang kara dan terusir dari rumah yang dibangun bersama dengan leman
membuat poniem semakin duka dengan nasibnya. Bersama teman sejawatnya paijo
poniem memilih menjauh ke medan dan membuka usaha untuk menyambung hidup.
Berbekal pengalaman dan keuletan bersama usaha mereka pun maju pesat,
sebaliknya leman yang ditinggal sang istri pertama mulai merasakan pailit
akibat tidak mampu mengatur manajemen perdagangannya, leman pun bangkrut. Ahir
cerita poniem menikah dengan paijo.
10. Judul : Katak Hendak Jadi Lembu
Pengarang : N.St.Iskandar
Terbitan : 1935
Suria namanya. Seorang laki-laki yang sangat angkuh, kasar, pongah, serta
suka berfoya-foya. Sebenarnya ayah dari Zubaedah istrinya yaitu Haji Hasbullah
tidak mengehendaki anaknya menikah dengan Suria, akan tetapi mengingat bahwa
yang meminta Zubaedah adalah sahabatnya sendiri yaitu Haji Zakaria, maka
dinikahkan lah Zubaedah anaknya itu dengan Suria anak dari sahabatnya. Benar
saja, ketika orang tua Suria meninggal dunia, ia semakin parah sifatnya. Suka
berfoya-foya dan menghabiskan harta warisan ayanhya sampai ia tidak
memperhatikan Zubaedah. Selama tiga tahun ia meninggalkan istrnya yang sedang
mengandung sampai melahirkan anak pertamanya yaitu Abdulhalim. Setelah
Abdulhalim lahir, Suria kembali dan meminta maaf kepada Zubaedah karena telah
meninggalkannya. Dan Suria kembali karena harta warisan ayahnya sudah habis.
Permohonan maaf itu dikabulkan oleh Zubaedah dengan harapan agar suaminya
benar-benar telah menyesal dan tidak memperlakukan dia seperti itu lagi.
Sifat Suria mulai berubah menjadi bertanggung jawab dan membaik. Dia
bekerja di Residenan Kabupaten. Ia menjadi seorang juru tulis yang
berpenghasilan pas-pasan yang tidak cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari.
Sehingga, anak pertamanya yaitu Abdulhalim disekolahkan oleh orangtua Zubaedah.
Lama-kelamaan sifat Suria kembali seperti semula menjadi angkuh dan merasa
dirinya adalah bangsawan muncul kembali. Ia tak ingin kalah dengan mertuanya
yang bisa menyekolahkan Abdulhalim, maka ia menyekolahkan anak kedua dan ketiga
nya yaitu Saleh dan Aminah di sekolah HIS Bandung. Sebenarnya Zubaedah kurang
setuju dengan penempatan keduan anaknya itu di HIS, karena biaya yang
dibutuhkan sangat besar. Untuk makan saja mereka susah, apalagi ditambah
tanggungan anak-anaknya yang sekolah di HIS. Tetapi, Suria menanggapi dengan
biasa, santai dan tenang-tenang saja. Dia dmerdasadd mendjadi orang yang
disegani dan dihormati di kampungnya, sehngga ia menyekolahkan anak-anak nya di
HIS, agar ia dipandang sebagai keluarga yang kaya dan tidak miskin. Mengingat
bahwa biaya anak-anak mereka yaitu Saleh dan Aminah yang sedang bersekolah di
sekolah HIS yang biayanya tidak kecil. Sehingga, Zubaedah sering mengirim surat
kepada orang tuanya agar mau mengirimkan uang untuk membayar sekolah, untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari dan membayar hutang-hutangnya. Tetapi, Zubaedah
rikuh untuk meminta kepada kedua orang tuanya itu terus-terusan. Dan anehnya
Suria tetap saja tenang.
Hampir setiap hari penagih hutang datang ke rumahnya. Dan Zubaedah sangat
pusing dan bingung bagaimana menghadapi mereka. Sehingga ia seringkali menyuruh
anak-anaknya atau pembantunya mengatakan bahwa ia sedang tidur atau tidak
berada di rumah. Akhirnya dia memutuskan untuk berhemat. Walaupun keputusan
Zubaedah itu sangat ditentang oleh Suria yang hidupnya terbiasa dengan
foya-foya tanpa memikirkan keluarganya, tetapi Zubaedah berusaha untuk
menerapkan itu. Suria yang tidak suka dengan hidup hemat yang diterapkan oleh Zubaedah,
mempunyai cara untuk menambah penghasilannya dengan melamar pekerjaan yang
lebih rendah jabatannya tetapi lebih besari gajinya.
Saingan dalam melamar jabatan baru Suria adalah pegawai magang muda yang
baru beberapa bulan masuk di kantornya. Terlihat sekali bagaimana cakap dan
ulrtnya pemuda itu, semua orang menyanjung nya, tetapi tidak dengan Suria. Ia
tidak suka dengan pegawai yang bernama Kosim itu. Dalam menunggu keputusan
akhir bahwa ia akan diterima tau tidak surat lamaran itu. Ia sangat optimis
dapat mengalahkan Kosim. Sehingga ia berani mengikuti dan membeli barang-barang
yang dilelangkan oleh atasan di kantornya. Suria tidak memelinya dengan tunai,
melainkan dengan berhutang, sehingga tambah bertumpuklah hutang-hutang Suria
sebelum pekerjaan itu diterimanya. Pada saat mendengar bahwa Kosim lah yang
dapat menduduki jabatan itu, Suria sangat kecewa sekali, sehingga ia tidak
semangat dalam bekerja. Kosim tidak hanya membuat ia gagal dalam melamar
jabatan itu, ia juga akan menikah dengan seorang anak gadis dari seorang Haji
dari desa Rancapurut yang sangat ingin dinikahinya, walaupun ia sudah memiliki
istri dan anak. Pekerjaan Suria pun berantakan dan tidak aturan. Sampai pada
akhirnya ia dipanggil oleh atasannya yang bertanya apakah yang menyebabkan ia
seperti ini dan Suria menjawab semuanya. Dan ia pun meminta untuk segera
berhenti dari pekerjaannya. Setelah perbincangan itu, atasan Suria mengecek
buku kas kabupaten, ternyata ada yang ganjil di dalamnya, Suria pun dipanggil
dan dimintai penjelasan akan hal itu. Ternyata Suria memakai uang kas itu untuk
membayar hutang-hutangnya. Dan sudah jelas bahwa sebelum Suria ketahuan memakai
uang ka situ, ia sudah meminta berhenti bekerja.
Setelah berhenti bekerja, Suria dan Zubaedah melelang barang-barang di
rumahnya. Mereka akan tinggal bersama Abdulhalim dan istrinya di Bandung. Hasil
lelang barang-barang itu mereka gunakan untuk membayar sisa hutang dan ongkos
untuk ke Bandung.
Abdulhalim dan istrinya senang keluarga mereka berkumpul di situ. Hari-
hari mereka sangat cera. Tetapi, lama-lama sifat Suria yang buruk itu keluar.
Ia seolah-olah menjadi kepala rumah tangga yang mengatur semua keperluan rumah
itu. Ia tidak ingat bahwa ia tinggal dirumah anaknya yang merupakan kepala
rumah tangga di rumah tersebut. Abdulhalim ingin sekali menegurnya, tetapi ia
takut menjadi anak yang durhaka. Hingga pada akhirnya istri Abdulhalim
mengatakan bahwa ia sudah tak sanggup lagi dengan perangai mertua laki-lakinya
yang seperti itu. Zubaedah mendengar pembicaraan Abdulhalim dan istrinya merasa
terkejut dan terpukul karena ia merasa bahwa ia dan suaminya telah merepotkan
mereka. Akhirnya Zubaedah jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah kematian
istrinya, Suria merasa bersalah kepada semuanya. Semua orang, dari anaknya Abdulhalim
sampai mertuanya mengatakan kepadanya bahwa Zubaedah meninggal karena ulah
Suria yang tidak kunjung bisa menjadi laki-laki dan sosok suami yang baik budi
pekertinya. Sehingga, Suria marah kepada semua nya dan meninggalkan rumah
Abdulhalim.