HAMIL
Diadaptasi dari naskah karya: Puthut Buchori
Ditulis ulang oleh: Alfan
Adegan I
Setting, sebuah
ruang keluarga. Meja kursi dan perabot lainnya menunjukkan bahwa pemiliknya
adalah orang berada. Lampu fade in. Seorang BAPAK duduk di kursi sambil membaca
Koran. Tiba-tiba keluar Sisi dari dalam kamar sambil berusaha menahan muntah.
Begitu ibunya keluar, Sisi langsung berlari ke kamar mandi, muntah-muntah. Lalu
keluar dokter dari dalam kamar Sisi menemui BAPAK.
Bapak :
silahkan diminum dulu, Dok. Bagaimana Dok keadaan anak saya? Sakit apa dia?
Dokter :
(dehem) Ehm.. Begini Pak, sebenarnya puteri bapak sehat-sehat saja.
Bapak :
sehat bagaimana? dari kemarin muntah-muntah terus kok.
Dokter :
Oh, Itu wajar Pak. Biasa. Karena dalam triwulan pertama akan terasa mual-mual.
Bapak :
Triwulan? Maksud dokter?
Dokter :
Begini Pak. Dalam bulan-bulan pertama ini, dia akan sering merasa mual. Jadi
bapak tidak perlu khawatir kalau bulan-bulan ini dia sering muntah-muntah.
Nanti bulan-bulan berikutnya, ya sekitar bulan kelima atau keenam, rasa mualnya
akan hilang kok.
Bapak :
Hah… (diam sejenak, mikir) Bulan apa Dok?
Dokter :
Bulan-bulan pertama kehamilan.
Bapak :
Kehamilan? Maksud Dokter hamil? Ada bayi dalam perutnya?
Dokter :
Betul Pak.
Bapak :
Innalillahi wa innailaihi roji’uun..
DOokter :
kok inalillahi? Kan sebentar lagi jadi kakek.
Oh iya Pak, sepertinya kandungan puteri bapak lemah, jadi harus banyak
istirahat. Jangan sampai kelelahan, apalagi banyak pikiran. Nanti bisa
keguguran. Ini Pak.. Ini saya beri vitamin.
Bapak :
(menerima obat, masih terbengong-bengong)
Dokter :
Kalau begitu saya pamit dulu, Pak.
Bapak :
(seakan tersadar) oh iya, iya. Terima kasih, Dok. Nanti saya transfer seperti
biasanya.
(dokter keluar
ruangan. Saat BAPAK akan duduk, Sisi keluar dari kamar mandi dan langsung
menuju kamar. Namun sebelum masuk kamar sudah dipanggil BAPAK.)
Bapak : SISI! Sini kamu!
Ibu :
(keluar dari kamar mandi) Ada apa Pi? Kok teriak-teriak.
Bapak :
jangan ikut campur. Sisi, duduk sini.
(SISI duduk)
Bapak :
Jawab dengan jujur! Dengan siapa hah?
Ibu :
Lho, ada apa ini?
Bapak :
sudah diam. He! Jawab! Dengan siapa?
Ibu :
Pi!
Bapak :
JAWAB! kamu Hamil dengan siapa?
Ibu :
Pi! Jangan sembarangan!
Bapak :
Ini, lihat ini. Obat apa yang diberi dokter tadi.
ibu : obat? Wajar kan kalau orang sakit diberi obat
bapak : itu obat untuk kandungan
ibu : kandungan? kamu hamil nak?
Bapak :
jawab, pertanyaan ku. Hamil dengan siapa kamu? Bagaimana bisa?
Ibu :
sudahLAH pi. Kita bicarakan ini besok saja. Biarkan dia istirahat. Sudah nak.
Kamu tidur istirahat saja dulu.
Bapak : Kamu
juga mi, tidak bisa mendidik anak, anak salah masih
dibela. Kamu kan lebih banyak di rumah, lebih banyak bersama anak ini, kok ya bisa-bisanya
sampai kecolongan!
Ibu :
Lho ! kok jadi BAPAK juga
menyalahkan ibu ?
Bapak : Lha Kamu kan ibunya, tugasmulah mendidik
anak !
Ibu :
Siapa bilang ? BAPAK juga punya kewajiban
mendidik dia.
Bapak : Aku
sibuk bekerja !
Ibu :
Aku juga sibuk…
Bapak : Sibuk
apa? Arisan, piknik, sibuk kesana kemari dengan kelompok arisanmu itu. Atau jangan-jangan arisan cuma alasan.
Ibu : maksud papi?
Bapak : arisan cuma alasan
agar kamu bisa keluar dengan pacar lamamu kan?
Ibu : jangan
sembarangan ya. Aku arisan ya arisan. Papi sendiri? Setiap hari pulang malam. Kencan
dengan sekretarismu itu kan?
Bapak : jangan sembarangan
menuduh orang. Dia perempuan baik-baik.
Ibu : terus kemana
saja kalau pulang malam?
Bapak : aku meeting
Ibu : meeting dengan
sekretarismu itu kan?
Bapak : sudahlah. Lihat anak
mu ini, hamil! Harusnya kamu yang sering di rumah bisa mengaawasi anak.
Ibu :
Alaaah.. BAPAK bisanya menyalahkan, menghindar dari tanggung jawab moral. Sekarang kalau sudah begini bagaimana, hah?
Bapak :
Bagaimana apanya?
sisi :
DIAM! (lalu lari ke dalam kamar)
Bapak : sisi!
Ibu : lihat. Itu
Gara-gara papi. bisanya Cuma marah-marah. Ini salah, itu salah.
Bapak : lho kok aku. Kamu
itu yang terlalu memanjakannya.
(sisi keluar kamar)
Sisi :
selesaikan dulu masalah kalian. Baru selesaikan masalahku. (keluar)
Ibu :
sisi!
Bapak :
lihat itu hasil didikanmu. Anak jadi kurang ajar.
Ibu :
jangan maunya sendiri. Papi juga punya tanggung jawab. Cepat kejar dia.
Bapak :
lho kamu kan ibunya, kamu yang kejar.
Ibu ;
kamu kan bapaknya.
Bapak :
perempuan dulu.
Ibu :
laki-laki dulu.
Bapak :perempuan.
Ibu :
laki-laki.
Bapak :
perempuan.
Ibu :
sudahlah ayo, keburu jauh. (sambil menarik lengan bapak)
(Lampu fade out,
sambil diiringi musik.)
Adegan II
Sebuah taman. Dua
orang pelacur duduk-duduk sambil ngrumpi. Lampu fade in.
Mince : Mbak, akhir-akhir
ini orderan kok sepi ya? Harga kebutuhan naik, tapi pendapatan gak naik-naik.
Kayak peribahasa lebih besar anu dari pada anu.
Ratna : halah, ngomong mu,
sok yes. Namanya kehidupan itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah.
Ada kalanya rejeki lancar, ada kalanya rejeki seret. Lha kamu kok seenaknya
sendiri, mau lancar terus.
Mince : Ya tapi, waktu
rejeki seret kayak gini, harga kebutuhan kayak beras, minyak, bedak, lipstik,
harusnya direm juga donk. Biar imbang.
Ratna : Karepe dhewe. Jadi
orang itu harus belajar nriman, jangan semau-maunya sendiri.
Mince : Nrimo ya nrimo,
tapi… eh mbak, gimana kalo aku nyari kerja sampingan?
Ratna : kerja sampingan
opo? Jualan kondom?
Mince : wah, ide bagus itu.
Nanti kalau ada langgananku atau langganan sampeyan lupa gak bawa kondom, beli
ke aku saja. Beli lima gratis cium, gimana?
Ratna : kok gak sekalian
mlm saja.
Mince : wah, itu juga bisa.
Nanti kondomnya kujual dengan sistem mlm. Sampean maukan jadi downline ku?
Ratna : Emoh!
Mince : mau ya? Temen-temen
sampean kan banyak. Mereka pasti juga gak selalu siap kondom. Mereka nanti
sampean jadikan downline, pasti keuntungannya banyak. Kalau nanti sudah kaya,
kita gak perlu menjual diri lagi. Cukup ongkang-ongkang, uang datang sendiri.
Ratna : emboh.
(lalu datang seorang
preman,setengah mabuk)
Preman : halo, cewek. Lagi
ngomongin apa? Kedengarannya berbau uang.
Ratna : ini lagi, mau apa
ke sini?
Preman : lho, kenapa? Suka-suka
donk. Ini kan tempat umum. Eh, minta duit donk.
Mince : datang-datang minta
duit. Klo gaK minta duit, minta jatah, gak bayar lagi.
Preman : lha mau bagaimana?
Kalian kan tau sendiri keadaan ekonomiku.
Ratna : kalau begitu
berhenti minum, cari pekerjaan sana.
Preman : wah ya gak bisa begitu
donk. Ini juga kebutuhan hidup, ya seperti kalian yang butuh bedak dan lipstik
setiap hari.
Ratna : ya beda, bedak sama
lipstik itu modal buat cari duit. Kalau itu?
Preman : lho sama. Lha kalau ga
ada ini, aku juga susah cari duit.
Ratna : Susah bagaimana?
Preman : kalau gak ada ini,
terus ada orang lewat. “ he, minta uang!” mereka malah ketawa, gak takut. Tapi
kalau ada ini “hei minta uang” pasti mereka mikir kalau aku preman, langsung
diberi daripada kena bogem.
Ratna : ngawur. Kalo
orangnya lari dulu, bagaimana kamu mengejarnya? Kayak gini? (sambil menirukan
gaya orang lari sambil mabok)
Mince : sudahlah mbakyu,
orang usaha kok dilarang. Udah mas, sampean ikut kerja sama aku aja. Dijamin
oke. Dan sampean bisa terus mabok.
Preman : kerja apa?
Mince : jualan kondom.
Preman : Apa? Kondom? Emoh!
Mince :Eits, jangan salah
dulu. Sistemnya nanti pake MLM, sampean nanti jadi downline ku. Terus nanti
manfaatkan kemampuan sampean buat cari downline.
Preman : kemampuan apa?
Mince : seperti ini. Kalau
ada orang lewat jangan minta duit, tapi “Hei! Beli kondom gak? Kamu jadi
downline. Harus mau. Kalau gak mau awas!” Gimana?
Preman : wah ide bagus itu.
Ratna : ya ini. Contoh
orang kere mimpi jadi kaya.
Mince : kalau sampean gak
mau gak usah sinis donk. Namanya juga usaha.
Preman : terus, Kapan bisa
mulai?
Mince : ya sabar donk, kalau
aku sudah punya modal buat beli kondom nanti sampean pasti kukabari.
Ratna : hahaha. Iya, itu
kira-kira sepuluh eh dua puluh tahun lagi.
(LALU masuklah
Sisi)
Preman : halo cantik. Minta
uang dong.
Sisi : siapa kamu?
Preman : eits. Cantik-cantik kok
galak.
Ratna : sudah dik, gak usah
diladeni.
Preman : ayolah, minta uang.
Sisi : ih, sapa sih
kamu?
Preman : lho gak tau ya?
Kenalkan. Nicholas Supriman. Tapi orang-orang manggil aku PREMAN.
Preman : (kepada pelacur) apa
ketawa?
Sisi : oh jadi sampean
preman? Coba berdiri (lalu membandingkan tinggi badannya dengan preman) kok
tinggi aku?
(pelacur ketawa
cekikikan)
Preman : he diam kalian.
Ratna : makanya, makan yang
banyak biar gak kuntet!
Preman : awas ya!
Mince : eh mas, coba bisnis
yang tadi. Siapa tahu mau. Nanti aku cari utangan kalau dia mau. (Ratna makin
keras tertawa)
Preman : ya udah, begini saja.
Aku punya dagangan, eh, maksudku produk. Mau?
Sisi : apa itu?
Preman : kondom.
Sisi : buat apa mas.
Sudah terlambat. Sudah jadi kok baru ditawari kondom. Itu masih ada gak?(sambil
menunjuk botol minuman preman)
Preman : wah kalau ini gak
dijual. Modal ini.
Sisi : sudah buat aku
saja. (merogoh saku nya. Mengeluarkan uang lima puluhan) ini, beli lagi.
Preman : wuih, ini gambar I
Gusti Ngurah Rai,,,.
(sisi langsung
meneguk isi minuman sampe habis)
Preman : edan. (melihat uang)
wah rejeki nomplok. Cari modal lagi ah..
Mince : eh aku utang, buat
modal.
Preman : Gak usah!
Minta : Minta!
Preman : Gak Usah!
Mince : Udah, kita bagi dua
aja,gimana?
Preman : Yawda ayo berangkat….
(Preman dan mince keluar panggung)
(Ratna menghampiri
sisi.)
Ratna : kenalkan, aku
Ratna.
Sisi : Sisi.
Ratna : malam-malam begini
kamu gak pulang?
Sisi : (menggelengkan
kepala)
Ratna : kok gak pulang?
Sisi : orang tuaku
masih sibuk sendiri.
Ratna : iya tapi Besok
nggak sekolah?
Sisi : sekolah mana
yang mau menereima murid hamil?
Ratna : oh jadi kamu hamil?
Sisi : (mengangguk.)
Ratna : orang tuamu?
Sisi : sibuk
Ratna : pacar?
Sisi : biasalah cowok,
habis manis sepah dibuang.
Ratna : sudahlah, gpp. Dulu
aku juga begitu waktu SMA. Tapi aku bisa bertahan. Buat apa ditangisi. Yang
sudah terjadi biarlah terjadi.
Sisi : jadi, mbak dulu
juga “kecelakaan”?
Ratna : (mengangguk)
Sisi : terus,
kandunganmu?
Ratna : yah, mau bagaimana
lagi. Karena aku takut nanti anakku hidup sengsara akhirnya kubuang.
Sisi : maksudnya?
Ratna : ya, kamu tau
sendiri apa itu istilahnya.
Sisi : sakit?
Ratna : masih lebih sakit
hatiku.
Sisi : tapi mbak gpp
kan?.
Ratna : untungnya aku gpp.
Kandunganku juga kuat.
Sisi : setelah itu?
Ratna : yah, karena aku tak
punya keahlian, dan perutku butuh makan, apalagi yang bisa kulakukan selain
menjual diri.
Sisi : kenapa tidak
pulang?
Ratna : pulang kemana?
Keluargaku terlalu malu punya anak seperti aku. Masih baNYAK saudaraku yang lebih bisa diatur.
Sisi : kukira Cuma aku
yang seperti ini.
Ratna : Sudahlah, yang
berlalu biarlah berlalu. Kalau kamu mau, kamu bisa seperti aku.
Sisi : menjual diri?
Ratna : bukan, tapi
membuang itu. Jangan menjual diri kalau tidak terpaksa dan tak ada tempat
pulang.(terdiam) Jadi bagaimana?
Sisi : dimana?
Ratna : di sini saja.
Sisi : di sini?
Ratna : iya, masak ke rumah
sakit. Ini, kuberi kamu pil aborsi. Dijamin dalam waktu 24 jam akan hilang
janin dalam perutmu. Kamu bawa uang?
Sisi : Cuma ini.
Ratna : Sudah, gpp.
Sisi : Mbak yakin?
Ratna : mau ga?
Sisi : iya. Tapi…
Ratna : sudah, cepat minum
Anak-anak yang lain juga larinya ke aku kalau sudah terlanjur jadi.
Sisi : (minum obat)
terus?
Ratna : kita tunggu dulu
reaksinya. Tenang saja.
(preman dan Mince
masuk membawa beberapa botol minuman.)
Ratna : Wah belanja apa
aja?
Mince : Banyak mbak. Ni, ada
kondom rasa nanas, kondom motif batik rasa gudeg, dll.
PREMAN : Lho, kenapa anak ini? Kok
kejang-kejang?
Ratna : Lho kok bisa?
PREman : Tadi dia minta minumku
lagi.
Ratna : Goblok! Dia habis
minum obat aborsi.
Preman : kenapa gak bilang?
Ratna : kamu sendiri asal
kasih minum aja.
Mince : Sudah, bagaimana ini
Preman : wah, gawat kamu! Nyawa
orang buat mainan. Kalau begini aku gak ikut-ikut.
Ratna : hei, kamu kan juga
mau uangnya. Ayo bawa ke rumah sakit, sebelum terlambat.
Preman : diutnya sapa? nanti
kita berurusan sama Polisi.
Ratna : masak mau
ditinggal?
Mince : bawa ke bidan sana
saja.
Ratna : ayo kalau begitu.
Man, bantu angkat.
Semua keluar.
Lampu fade out.
Epilog
Setting rumah.
Telepon bordering.
Ibu : halo. Ya benar. Ya, saya ibunya. Apa? Pi,
papi…
Ayah :
Apa ?
Ibu :
Sisi, pi…
Ayah :
(menerima telepon)
Halo. Ya saya. Apa?
Lampu mati.
JTamatL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar