Translate

Selasa, 03 Februari 2015

Karakter tokoh Novel

Watak Novel
Contoh dalam penggambaran pikiran tokoh
1. pada suatu siang hari Andi melamun dan memikirkan tentang pekerjaaan rumah yang tiada habisnya, andi berkeinginan untuk bertanya namun dia masih berfikir bahwa dirinya lebih pandai dari teman temannya di kelas.

Contoh dalam penggambaran melalui tokoh  lain
2. kenapa kamu don? dari tadi ngalamun terus, Aku baru sedih nih? Sedih kenapa, karena kakaku barusaja Di PHK padahal kakak ku kan satu satunya tulang punggung keluarga, bagaimana kalo kamu nasehatin untuk mencari pekerjaan lain.

Contoh melalui Peristiwa langsung
3. Pagi pagi jojo pergi ke sekolah namun ibunya dengan keras melarang jojo untuk bersekolah, karena jojo belum membantu ibunya untuk mencari kayubakar di hutan.


Pengarang dalam menyampaikan karakter tokoh dalam cerita menempuh jalan yang berbeda-beda.

        Penggambaran perwatakkan secara tidak langsung biasanya dilakukan pengarang dengan beberapa cara, yaitu melalui pikiran tokoh, dialog antartokoh, tingkah laku atau tindakan tokoh, lingkungan sekitar tokoh, dan tanggapan dari tokoh lain.

             Melalui pikiran-pikiran tokoh. Penggambaran perwatakkan dengan cara ini yaitu pengarang dalam menyampaikan karakter tokoh disampaikan melalui pikiran tokoh itu sendiri. Hal-hal yang terjadi dalam pikiran tokoh terkadang dapat menunjukkan bagaimana karakter tokoh tersebut. Perhatikan contoh berikut.

          Dialog  antartokoh, dalam berdialog atau bercakap-cakap terkadang kita dapat mengetahui watak orang yang berbicara tersebut. Dari apa yang diucapkan secara langsung ataupun yang tersirat dalam perkataan-perkataan tokoh, kita dapat mengetahui bagaimana watak seseorang. Jadi, pengarang dalam menggambarkan perwatakkan tokoh-tokoh dilakukan dengan perantara dialog yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

      Melalui tingkah laku atau tindakkan tokoh, yaitu penggambaran perwatakkan tokoh yang dilakukan dengan penggambaran perbuatan yang dilakukan oleh tokoh. Sebagai contoh, jika seorang tokoh digambarkan sedang mengamuk, merampok, atau memukuli orang, tentu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa orang tersebut memiliki watak keras, jahat, dan kejam. Begitulah penggambaran watak tokoh jenis ini dilakukan.

            Melalui tanggapan tokoh lain, yaitu penggambaran watak seorang tokoh yang dilakukan oleh pengarang melalui perantara yaitu komentar atau tanggapan tokoh lain terhadap seorang tokoh.

         Lingkungan sekitar tokoh. Tidak dapat disangkal jika lingkungan tempat tinggal / keberadaan seseorang dapat menggambarkan perilaku atau karakter seseorang. Dengan dasar tersebut, pengarang juga secara implisit dapat menggunakan media lingkungan sebagai penyampaian watak dari tokoh.

Tokoh dan Karakter (Watak)
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi, sedangkan karakter merujuk pada istilah watak yang berarti kondisi jiwa atau sifat dari tokoh tersebut. Jadi, tokoh adalah pelaku yang berada dalam karya fiksi, sedangkan karakter atau watak adalah perilaku yang mengisi diri tokoh tersebut
Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Dikaji dari keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi 2, yaitu Tokoh Sentral (Utama) dan Tokoh Tambahan (Bawahan).
Tokoh Utama atau Tokoh Sentral (ada pula yang menyebutnya Tokoh Kompleks,Tokoh Dinamis, Tokoh Bulat, Tokoh Berkembang) yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.
Tokoh Utama ini mengambil bagian terbesar dalam peristiwa cerita, dengan kata lain tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Volume kemunculan tokoh utama lebih banyak dibanding tokoh lain, sehingga tokoh utama biasanya memegang peranan penting dalam setiap peristiwa yang diceritakan.
Tokoh Tambahan atau Tokoh bawahan (ada juga yang menyebutnya Tokoh Minor, Tokoh Statis, Tokoh Datar, Tokoh Sederhana) ini diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali.
Tokoh Bawahan ini dimunculkan sekali atau beberapa kali. Tokoh-tokoh ini mendukung atau membantu tokoh sentral.


Teknik Penggambaran Karakter Tokoh
Berikut macam-macam penggambaran tokoh beserta contohnya.

1.       Penggambaran langsung oleh penjelasan pengarang
            Meskipun Pak Budi memiliki sawah hektaran, rumah bertingkat dan berhalaman luas, puluhan mobil dan perusahaan di berbagai tempat , tetapi ia sangat pelit. Ketika ada pembangunan mesjid di komplek rumahnya  tak sedikitpun ia memberikan sumbangan. Apalagi para tetangga yang meminta pinjaman tak pernah ia beri. (Watak Pak Budi : Pelit)
2.       Penggambaran melalui fisik dan perilaku tokoh
Sekilas Mira melihat pengemis berkaki buntung di depan toko. Segera ia turun dari mobilnya dan menghampiri pengemis tersebut. Dia tersenyum dan membuka dompet yang berada dalam tasnya. Diambilkannya uang seratus ribuan lalu ia berikan pada pengemis itu. (Watak Mira : Baik hati dan suka menolong)
3.       Penggambaran melalui lingkungan kehidupan tokoh
Terdapat sebuah mushola meski rumah Pak Sukaryo tidak terlalu luas. Alat sholat lengkap berada di dalamnya. Di beberapa ruangan terhiasi berbagai kaligrafi arab. (Watak Pak Sukaryo : Mementingkan agama)
4.       Penggambaran melalui tata bahasa tokoh
“Eh, maafkan aku,”ucap Mira. “Maaf maaf, kalau jalan pake mata jangan maen tabrak orang. Lihat buku dan Ipad milikku jatuh. Bagaimana kalau rusak ? mau tanggung jawab ?” bentak Indri. “Tapi aku tidak sengaja.”(Watak Indri : temperamen/mudah emosi, watak Mira : ceroboh )
5.       Penggambaran melalui jalan pikiran tokoh
Tak seperti orang kaya lain, Pak Sukaryo sadar tidak semua orang seberuntung dia dan keluarganya. Setelah berpikir matang, Pak Sukaryo memutuskan untuk memberikan setengah harta kekayaanya pada beberapa panti asuhan di kotanya. (Watak Pak Sukaryo : Baik hati )
6.       Penggambaran melalui tokoh lain

Setelah Viky berhasil menyelesaikan soal matematika di papan tulis, semua bertepuk tangan tak terkecuali Robi. “VIk, kamu pintar sekali ” Puji Robi. Viky hanya tersenyum dan kembali ke mejanya. (Watak Viky : pintar dan murah senyum, watak Robi : pemuji )


                        Adat dan kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.

1. Menikahkan anak secara paksa (jodoh dipilihkan orang tua)
    Aminudin dijodohkan dengan wanita bukan pilihannya
2. Harta merupakan pertimbangan dalam menjodohkan anak
    Mariamin berasal dari keluarga kurang mampu maka ditolak oleh keluarga Aminudin.
3. Poligami (laki-laki dengan istri lebih dari satu)
    Kasibun mengku perjaka ternyata telah beristri, dan Mariamin dijadikan isteri kedua.
4. Kebiasaan minum dan berjudi
    Sutan Baringin ayah Mariamin menjadi bangkrut karena kebiasaan berjudi dan minum.

                        Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.
1. Anak sangat berbakti kepada orang tuanya
 Aminudin tak mencintai wanita pilihan orang tuanya namun tak berani menolak karena baktinya kepada orang tuanya.
2. Isteri sangat taat kepada suaminya








Karakteristik Novel "Azab dan sengsara" dan "Belenggu"

                                  UNTUK MEMENUHI TUGAS BAHASA INDONESIA


Judul Novel   : Azab dan Sengsara
Karya           : Merari Siregar
Penerbit        : Balai Pustaka
Angkatan      : 20-An
Novel AZAB DAN SENGSARA ini merupakan novel pertama terbitan BALAI PUSTAKA yang pertama sekali, yaitu sekitar tahun 1920. Novel yang bertemakan kawin paksa ini dikarang oleh Merari Siregar. Sepertinya penulis sangat menonjolkan suatu kesengsaraan dalam karya ini, sehingga si pembaca dapat terbawa oleh alur cerita ini. Penulis juga mengangkat adat istiadat yang berlaku di daerahnya.

Karakter Tokoh :
- Mariamin
- Aminu’ddin
- Sutan Baringin (Ayah Mariamin)
- Nuria (Ibu Mariamin)
- Baginda Mulia
- Baginda Diatas (Ayah Aminu’ddin)
- Ibu Aminu’ddin
- Kasibuan

SINOPSIS

Di sebuah kota kecil, Sipirok yang berada di wilayah Tapanuli pada Pegunungan Bukit Barisan terdapat sebuah keluarga. Keluarga tersebut terdiri dari seorang ibu yang sudah janda, bernama Nuriah. Dia memiliki dua orang anak. Anak pertama seorang gadis, Mariamin yang memiliki paras cantik dan berbudi pekerti halus. Anak kedua laki-laki yang berusia empat tahun. Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil dekat Sungai Sipirok. Mereka hidup bertiga penuh kesengsaraan dan kesedihan. Semua dijalaninya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, tidak pernah mengeluh dan putus asa. Semua permasalahan hidupnya diserahkan kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Kisah sedihnya bermula setelah kematian ayahnya Sutan Barigin. Sebelum ayahnya meninggal kehidupan mereka berada dalam kecukupan, tak kurang suatu apa pun. Rumah bagus, sawah yang luas, binatang ternak juga banyak. Semua harta yang banyak itu akhirnya lenyap habis. Harta yang habis itu diakibatkan oleh perilaku Sutan Barigin itu sendiri. Sutan barigin memiliki sifat tamak, rakus, keras kepala, tidak peduli pada istri serta mudah kena hasutan orang lain. Harta warisan yang seharusnya dibagikan kepada saudara yang berbeda nenek yaitu Baginda Mulia, Sutan Barigin tidak mau membaginya. Atas hasutan Marah Sait, Sutan Barigin malah memperkarakannya ke pengadilan. Yang paling keji Sutan Barigin tidak mau mengaku saudara pada Baginda Mulia. Sebenarnya Baginda Mulia mengajak berdamai saja, berapapun harta warisan yang akan diberikan Sutan Barigin kepadanya akan ia terima. Sutan Barigin tetap tidak mau dan ingin memperkarakan saja.
Sidang perkara warisan di gelar di Sipirok, semua biaya ditanggung oleh Sutan Barigin. Sutan Barigin kalah karena Baginda Mulia adalah saudara Barigin dan berhak separuh atas warisan neneknya. Sutan Barigin naik banding lagi ke pengadilan yang lebih tinggi di Padang. Untuk perkara perlu biaya yang besar, sawah dan ternak terjual habis. Yang untung adalah Marah Sait mendapat jatah uang juga dari Sutan Barigin. Sedangkan perkara dimenangkan oleh Baginda Mulia. Perkara dilanjutkan ke Jakarta, biaya lebih besar lagi. Sutan Barigin tetap kalah sampai akhirnya barulah ia sadar dan menyesal tidak mau menerima saran istri dan Baginda Mulia untuk berdamai. Sesal kemudian tidak berguna. Kesengsaraan dan kemalaratan saja yang dierima Sutan Barigin dan anak keluarga ikut menanggung azab dan sengsara. Sampai pada nasib terakhir Sutan Barigin terkena penyakit sampai akhirnya Tuhan mengambil nyawa orang yang tamak itu.
Kesedihan Mariamin disusul oleh kepergian kekasihnya Aminuddin ke kota Medan, hingga hancurlah semua cita-cita dan harapan yang telah terbina sejak lama. Di Medan Aminuddin bekerja di perkebunan tembakau. Ia mencoba menyurati Mariamin. Bahkan dalam suratnya mengatakan hendak meminang Mariamin untuk dijadikan istrinya.
Aminuddin menyuruh ayahnya agar melamar Mariamin. Tapi ayah Aminuddin malah membawa perempuan lain ke Medan dengan alasan Mariamin bukan jodoh Aminuddin. Pendapat itu bersumber dari seorang dukun yang dimintai pendapat ayah Aminuddin. Dengan sangat terpaksa, kecewa, dan menyesal Aminuddin menikah dengan perempuan yang tidak dicintainya karena cintanya hanya kepada Mariamin. Rasa bersalah pada Mariamin ia sampaikan lewat surat serta permohonan ma’af kepada keluarganya. Semua itu bukan kehendak Aminudin untuk meninggalkan Mariamin.
Di Sipirok Mariamin menikah dengan Kasibun atas anjuran ibunya. Kasibun seorang laki-laki hidung belang yang mengidap penyakit kelamin. Mariamin di bawa juga ke Medan oleh Kasibun. Di Medan Mariamin sempat bertemu dengan Aminudin. Di Medan pula ia merasakan penyiksaan dari Kasibun karena ia selalu menolak hasrat berahinya. Mariamin takut penyakit Kasibun menular kepadanya.
Tidak kuat dengan siksaan Kasibun, Mariamin pergi meninggalkan Medan dan pulang kembali ke Sipirok. Di Sipirok inilah berakhirnya penderitaan dan kesengsaraan Mariamin. Akhirnya Mariamin meninggal dunia untuk mengakhiri azab dan kesengsaraan di dunia yang fana ini.

(A)Adat dan kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.

1. Menikahkan anak secara paksa (jodoh dipilihkan orang tua)
    Aminudin dijodohkan dengan wanita bukan pilihannya
2. Harta merupakan pertimbangan dalam menjodohkan anak
    Mariamin berasal dari keluarga kurang mampu maka ditolak oleh keluarga Aminudin.
3. Poligami (laki-laki dengan istri lebih dari satu)
    Kasibun mengku perjaka ternyata telah beristri, dan Mariamin dijadikan isteri kedua.
4. Kebiasaan minum dan berjudi
    Sutan Baringin ayah Mariamin menjadi bangkrut karena kebiasaan berjudi dan minum.

(B) Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.
1. Anak sangat berbakti kepada orang tuanya
 Aminudin tak mencintai wanita pilihan orang tuanya namun tak berani menolak karena baktinya kepada orang tuanya.
2. Isteri sangat taat kepada suaminya
 Meskipun Mariamin ditipu oleh Kasibun yang mengaku perjaka, ia tetap berbakti kepada suaminya.

(C)Karater Tokoh yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.

-Mariamin :
seorang gadis yang cantik, lemah lembut, berbakti kepada orang tua dan baik hati. Karakter baik hati dan berbakti kepada orang tua dapat dilihat dari penggalan percakapan, “Makanlah Mak dahulu, nasi sudah masak,” kata Mariamin seraya mengatur makanan dan sajur jang dibawanja sendiri dari gunung untuk ibunja yang sakit itu.

-Aminu’ddin: 
seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun, suka menolong, berbakti dan sangat pintar. Berbudi pekerti luhur, jiwa penolng Aminudin dapat dilihat dari penggalan dialog : “Ia menolong mencangkul sawah Mak Mariamin.. Udin mempunyai kasihan, itulah sebabnya ia menolong mamaknya.” Mendengar itu, suaminya tinggal diam; Ia tiada marah mendengar umpatan itu.

-Sutan Baringin :
seorang yang suka membuat masalah dan takabur dengan hartanya. Watak tidak baiknya itu dapat dilihat dari penarasian penulis sebagaimana berikut ini ; Sutan Baringin terbilang hartawan lagi bangsawan seantero penduduk sipirok. Akan tetapi karena ia sangat suka berperkara, maka harta yang banyak itu habis, sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhir jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa bila dibandingkan dengan kerugian-kerugiannya.

-Nuria:
seorang penyayang dan baik hati. Wujud kasih sayang itu sebagaimana dapat dilihat dari penggalan dialog berikut ini ; “Anakku sudah makan?” bertanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang.

Baginda Diatas:
seorang kepala kampung atau bangsawan yang kaya raya dan disegani serta dihormati. Hal itu dibuktikan dengan penggalan narasi langsung dari penulis sebagai berikut ; “Dia (Aminudin) adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminu’ddin seorang kepala kampung yang terkenal di seantero Sipirok. Harta bendanya sangat banyak”.

-Ibu Aminu’ddin:
mempunyai sifat yang sama seperti suaminya Baginda Diatas, dia juga penyayang.

(D)TEMA
Berkisar masalah adat Dijodohkan oleh orang tua Dan Tidak selamanya kebahagiaan dapat diperoleh dengan mudah harus ada.




Sinopsis dan Watak Tokoh Novel
‘Layar Terkembang’



Pencipta: Sultan Takdir Alisjahbana
Penerbit: Balai Pustaka

Karya: Chandra Sanityo Naratantra



Sinopsis Cerita

        ‘Layar Terkembang’ adalah sebuah novel Indonesia oleh Sultan Takdir Alisjahbana. Diterbitkan pada tahun 1936 atau 1937 oleh Balai Pustaka, menceritakan kisah dua saudara perempuan dan hubungan mereka dengan mahasiswa Kedokteran. Cerita ini juga berisi himbauan akan perlunya Indonesia untuk membiasakan budaya dari barat untuk memodernisasi negara.
        Tuti dan Maria, putri Raden Wiriatmadja, pergi ke sebuah gedung akuarium pasar ikan yang dimana mereka bertemu Yusuf, mahasiswa Kedokteran dari Martapura, Sumatera Selatan. Setelah ia membawa mereka pulang, dia menyadari bahwa dia telah jatuh cinta untuk Maria. Keesokan harinya, ia bertemu gadis tersebut dalam perjalanannya ke sekolah dan keluar kota dengan mereka. Dia dan Maria menjadi semakin dekat, sementara Tuti menyibukkan dirinya dengan membaca dan menghadiri Kongres pada hak-hak perempuan.
Beberapa bulan kemudian, Yusuf kembali lebih awal dari liburannya dengan Maria. Namun, tak lama kemudian Maria jatuh sakit dan didiagnosis dengan malaria. Tuti mulai merasa perlu untuk dicintai, mengingat Supomo yang pernah mengusulkan kepadanya. Setelah adik Supomo datang untuk menuntut jawaban, ia mengatakan tidak. Kondisi tubuh Maria terus memburuk dan dokter mengubah diagnosis mereka bahwa Maria telah terkena tuberkulosis. Saat dia terletak sekarat di rumah sakit, Tuti dan Yusuf pergi untuk mengunjungi sepupunya di Sindanglaya, di mana Tuti menambah pendapat bahwa yang satu tidak perlu tinggal di kota agar dapat berguna untuk negara. Setelah mereka kembali ke samping tempat tidur Maria, Maria meminta bahwa mereka menikah satu sama lain.Maria meninggal setelah Tuti dan Yusuf yang telah menjalin perhubungan yang lebih dekat telah menyetujui.





Tokoh dan Watak
a.   Tokoh
Tokoh Utama
Tokoh Pendukung
Tuti
Ratna
Maria
Saleh
Yusuf
Supomo
Raden Wiriatmadja
Rukamah

b.  Watak
Tokoh
Watak
Tuti
Independen, aktif dan lebih modern.
Maria
Mudah kagum, lincah, periang.
Yusuf
Rela berkorban, penuh berperasaan.
R. Wiriatmadja
Teguh agama, baik hati, penyayang.
Supomo
Romantis, saling membantu.
Ratna
Saleh, pecinta alam, penyayang.
Saleh
Setia, pecinta alam.
Rukamah
Baik hati, suka bercanda.




Resensi Novel “Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)” karya Marah Rusli

 Judul Buku     :   Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )

Pengarang      :   Marah Rusli

Penerbit          :   Balai Pustaka

Tahun Terbit   :  1992

Tempat Terbit :  Jakarta

Tebal               : 271 halaman

Tokoh             : Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, dan Sultan Mahmud.

Sinopsis
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.

Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.

Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih.

Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan.

Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.

Mendengar itu, ayah Samsulbahri, yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri harus kembali ke Jakarta dan ia berjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, karena Siti Nurbaya diusirnya.

Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu dengan siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki tangannya dapat memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.

Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.

Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.

Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya.

Sekilas tentang penulis dan bukunya
Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahu 1922. Buku yang berjudul Siti Nurbaya ini berhasil menempatkan diri sebagai puncak roman di antara roman-roman lain yang dianggap orang sebagai puncak roman dalam Sastra Indonesia Modern. Penilaian itu tidak didasarkan pada temanya, tetapi berdasarkan pemakaian bahasa dan gayanya yang tersendiri. Buku ini menggunakan bahasa melayu. Oleh karena itu, orang melayu pasti akan lebih mudah membaca dan segera mengerti isinya. Karena terkenalnya sampai-sampai zaman itu dinamai zaman Siti Nurbaya. Roman karyanya ini berhasil pula merebut hadiah tahunan dalam bidang sastra, yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969.

Dalam karyanya berjudul Siti Nurbaya, Marah Rusli ingin merombak adat yang berlaku pada masa itu dan dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Pelaku utamanya pada roman ini adalah Siti Nurbaya, Samsulbahri, dan Datuk Maringgih.

Membaca roman Siti Nurbaya kita diajak mengikuti liku-liku kehidupan masyarakat Padang pada masa itu, khususnya kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia, Siti Nurbaya dan Samsulbahri
Pengarang, dalam hal ini Marah Rusli sebagai pemuda terpelajar memiliki pemikiran jauh lebih maju daripada masyarakat disekitarnya. Ia telah mengenal tata cara hidup dan kebudayaan asing yang sedikit banyak sangat berpengaruh terhadap jiwanya. Dari dasar itu timbul gejolak pemberontak ingin menerobos adapt lama yang mengungkung dengan ketat dan dianggap oleh Marah Rusli sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi.

Marah Rusli ini lahir di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889 dan meninggal di Bandung pada tanggal 17 Januari 1968. Pengarang ini telah menamatkan SD di Padang pada tahun 1904 dan menamatkan Sekolah Raja (Hoofdenscool) di Bukit Tinggi pada tahun 1910. Setelah tamat Sekolah Dokter Hewan di Bogor pada tahun 1915, ia diangkat menjadi adjunct dokter hewan di Sumbawa Besar, kemudian (1916) menjabat Kepala perhewanan di Bima. Tahun 1918 pindah menjadi kepala peternakan hewan kecil di Bandung, kemudian mengepalai daerah perhewanan di Cirebon. Tahun 1919 menjabat kepala daerah perhewanan di Blitar, tahun 1920 menjadi asisten leraar Kedokteran Hewan Bogor, tahun 1921 menjadi dokter hewan di Jakarta, tahun 1925 pindah ke Tapanuli. Sejak tahun 1929 sampai datang revolusi 1945 menjadi dokter hewan kotapraja Semarang. Selama revolusi tinggal di Solo, kemudian bekerja pada ALRI di Tegal. Tahun 1948 diangkat menjadi lektor di Fakultas Dokter Hewan Klaten dan dalam tahun 1950 kembali ke Semarang. Sejak tahun 1951 menjalani masa pensiun di Bogor, tetapi masih tetap menyumbangkan tenaganya di Balai Penelitian Ternak Bogor sampai akhir hayatnya.

Di samping profesinya sebagai dokter hewan, Marah Rusli terkenal pula sebagai sastrawan karena romannya yang berjudul Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai).


Nilai di dalamnya 
Pengarang mengajak kita untuk memetik beberapa nilai moral dari romannya yang terkenal ini, antara lain: 
  • Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati. 
  • Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya. 
  • Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga. 
  • Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga. 
  • Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
  • Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.


Analisis Si Jamin dan Si Johan

ANALISIS
1.1. Unsur Intrinsik
A. Tokoh dan Perwatakan
1) Jamin                       : Baik hati, penurut, penyabar, rajin, dan jujur
2) Johan                       : Penurut,pendiam,penyabar
3) Bertes                      : Keras kepala,berani,mudah terbawa pergaulan
4) Inem                        : Jahat,berani
5) Mina                        : Baik hati,ramah,bertanggung jawab
6) Fi                              : Baik hati
7) Kong Sui                 : Baik hati,muada dihasut
B. Latar atau Setting
1) Rumah
2) Pasar baru
3) Rumah Sakit
C. Alur
            Alur yang digunakan dalam novel si jamin dan si johan ini adalah alur maju (progresif), hal ini terlihat dari cerita yang berurutan dari mulai ayahnya yang menikahi ibinya sampai akhirnya jamien meninggal dan johan diasuh oleh Kong Sui dan Fi.
D. Tema
            Novel karya Merari Siregar ini menceritakan tentang dua bersaudara dalam menjalani hidup.
E. Amanat
            Persaudaraan yang saling mengasihi adalah hal yang indah dan perlu dijaga. Hal inilah yang patut kita tiru. Jalani hidup sesuai dengan yang Allah perintahkan dan apabila kita melakukan salah sebaiknya segera bertaubat karena pertaubatan yang tulus akan diterima olea Allah.
F. Sudut Pandang Pengarang
Di sini pengarang sebagai orang ketiga


Merari Siregar (1896-1940), penulis Si Jamin dan Si Johan adalah sastrawan Indonesia yang berasal dari angkatan Balai Pustaka. Setelah meraih ijazah Handelscorrespondent Bond A di Jakarta, ia bekerja sebagai guru bantu di Medan, kemudian bekerja di Rumah Sakit Umum Jakarta, dan terakhir di Opium & Zoutregie Kalianget, Madura.
            Sebelum menulis Si Jamin dan Si Johan, Merari Siregar sebelumnya juga telah cukup dikenal dalam dunia sastra Indonesia dengan novel Azab dan Sengsara yang merupakan salah satu tonggak kesusastraan Indonesia. Oleh karena itu tidak heran Si Jamin dan Si Johan memiliki jalan cerita yang tidak kalah menariknya dengan Azab dan Sengsara. Si Jamin dan Si Johan menceritakan tentang kisah hidup dua orang anak bernama  Jamin dan Johan. Jamin dan Johan adalah anak dari Bertes dan Mina. Bertes memiliki kelakuan yang kurang baik dari sejak mudanya. Pada umur dua puluh satu tahun, dia meninggalkan ibunya yang sudah tua dan janda untuk menjadi serdadu. Bahkan sampai ibunya meninggal pun Bertes tidak pernah mengirim kabar satu kali pun pada ibunya.
            Judul Si Jamin dan Si Jehan yang diambil dan gubahan Justus van Maurik yang berjudul “Jan Smees’. Judul “Jan Smees” ini terdapat dalam kumpulan cerpen Justus van Maurik yang berjudul Lift het Volk ‘Dan Kalangan Rakyat’ dengan subjudul Ainsterdamche Novel/en ‘Novel Amsterdam’ yang terbit tahun 1879. demikian dinyatakan oleh Teeuw walaupun sebelumnya ía menyatakan bahwa cerita “Jan Smees” ini berasal dan cerita Oliver West gubahan Char les Dickens. Pengamat lain, seperti Armijn Pane pun menyatakan bahwa karya Si Jamin dan Si Johan berasal dari karya sastra Belanda tersebut.
            Ide cerita Si Jamin dan Si Johan ialah ajakan untuk menjauhi minuman keras dan candu karena kedua benda itu mengakibatkan kerusakan mental dan kemerosotan bagi kehidupan manusia. Ide cerita itu sejalan dengan usaha pemerintah Hindia Belanda untuk memberantas pemabuk. Walaupun secara umum Belanda berusaha memberantas pemabukan. pemerintah Belanda masih mengizinkan adanya tempat-tempat tertentu, misalnya di Glodok, yang merupakan tempat terbuka untuk menjual candu.





Bahasa
Novel  Angkatan 20-an :
Bahasanya mengutamakan keindahan bahasa daripada isi , menggunakan ejaan lama, pepatah, pribahasa sehingga pembaca sukar untuk mengerti isi dari cerita tersebut.
Novel Angkatan 30-an :
Bahasa kurang sopan, lebih apa adanya, sudah mendekati bahasa pada novel zaman sekarang.

Pola Pikir Masyarakat
Novel Angkatan 20-an :
 Pola pikir masyarakat masih kolot, terbelakang. Masih percaya akan adanya hal mistik dan sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan. Juga hanya perkataan orangtua lah yang paling benar dan harus dituruti.
Novel Angkatan 30-an :
Pola pikir masyarakat semakin maju. Kaum wanita juga ingin maju seperti kaum lelaki.

Tema Novel
Novel Angkatan 20-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema pada novel angkatan 20-an adalah pernikahan paksa, pertentangan adat, pertentangan antara kaum tua dan kaum muda.
Novel Angkatan 30-an :
Tema yang sering diangkat menjadi tema novel angkatan 30-an adalah perbedaan laki-laki dan perempuan, perempuan ingin maju, emansipasi wanita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar