Sinopsis Novel Th 1920-an
SITI NURBAYA
MARAH RUSLI
Baginda Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk
Maringgih tersebut, usaha dagang Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya
Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda
Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima,
pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih
memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis
terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang
yang menunpuk pada Datuk Maringgih.
Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya
kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini
memang sengaja oleh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda
Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk
Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda
Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini
diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti
Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di
Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang
lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya
kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu
padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun
begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah
akibat petaka yangmenimpa keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita
yangmenimpanya begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur,
sehingga dia punya waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping
kepulangnya kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun
sebenarnya dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia
rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba
muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat
mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih
berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya
dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah.
Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga
terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan
anak yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak
kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu
juga nyawa Baginda Sulaiman langsung melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena
dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya
kembali ke kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang
ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang
telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun
di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada
seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang
yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya
sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya
ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti
Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah
mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan
Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di
Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan
dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di
daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih,
maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar
Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum
itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk
Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah
sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar
dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah
Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu
ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang
yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu
dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia
minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat
kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia
dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan
di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda
Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang
Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati
melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan
seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar
tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko
Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda
Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk
Maringgih.
Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya
kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini
memang sengaja oelh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda
Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk
Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda
Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini
diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti
Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di
Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang
lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya
kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu
padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun
begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah
akibat petaka yangmenimpa keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita
yangmenimpanya begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur,
sehingga dia punya waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping
kepulangnya kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun
sebenarnya dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia
rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba
muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat
mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih
berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya
dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah.
Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga
terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan
anak yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak
kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu
juga nyawa Baginda Sulaiman langsung melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena
dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya
kembali ke kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang
ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang
telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun
di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada
seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang
yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya
sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya
ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti
Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah
mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan
Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di
Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan
dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di
daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih,
maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar
Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum
itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk
Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah
sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar
dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah
Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu
ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang
yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu
dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia
minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat
kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia
dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan
di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
AZAB DAN SENGSARA
MERARI SIREGAR
Di kota Siporok, hidup seorang bangsawan kaya raya yg
memiliki seorang anak laki-laki dan seorang perempuan (yg perempuan tdk
dijelaskan lbh lanjut oleh pengarangnya). Anaknya yg laki2 bernama Sutan
Baringin. Dia sangat dimanja oleh ibunya. Segala kehendaknya selalu dituruti
dan segala kesalahannya pun selalu dibela ibunya. Akibatnya, setelah dewasa,
Baringin tumbuh menjadi seorang pemuda yg angkuh, berperangai jelek, serta suka
berfoya-foya.
Oleh kedua orangtuanya, Sutan Baringin dinikahkan dengan Nuria, seorang
perempuan baik-baik pilihan ibunya. Walaupun telah berkeluarga, Sutan Baringin
masih tetap suka berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orangtuanya. Dia
berjudi dg Marah Said, seorang prokol bambu sahabat karibnya. Sewaktu ayahnya
meninggal, sifat Sutan Baringin semakin menjadi, maskin suka berfoya-foya
menghabiskan harta warisan orangtuanya. Akhirnya, dia bangkrut dan utangnya
sangat banyak.
Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak.
Yang satu perempuan bernama Mariamin, sedangkan yg satunya lagi laki-laki (yg
laki2 tidak diceritakan pengarang). Akibat tingkah laku ayahnya, Mariamin
selalu dihina oleh warga kampungnya akibat kemiskinan orangtuanya. Cinta kasih
perempuan yg berbudi luhur ini dengan pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh
dinding kemiskinan orangtuanya.
Aminuddin adalah anak Bagianda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya-raya yg
sangat disegani di daerah Siporok. Sebenarnya Baginda Diatas masih mempunyai
hubungan sepupu dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Ayah Baginda keduanya
adalah kakak beradik.
Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dg Mariamin. Setelah keduanya beranjak
dewasa, mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia
berjanji untuk melamar Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Keadaan
Mariamin yg miskin tidak menjadi masalah bagi Aminuddin.
Aminuddin memberitahukan niatnya utk menikahi Mariamin kepada kedua
orangtuanya. Ibunya tidak merasa keberatan dengan niat tersebut. Dia benar2
mengenal pula keluarganya. Keluarga Mariamin masih keluarga mereka juga sebab
ayah Baginda Diatas, suami ibu Aminuddin, dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin,
adalah kakak beradik. Selain itu, dia juga merasa iba terhadap keluarga
Mariamin yg miskin. Bila menikah dg anaknya, dia mengharapkan agar keadaan
ekonomi Mariamin bisa terangkat lagi.
Ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak setuju dg niat anaknya menikahi
Mariamin. Jika pernikahan itu terjadi, dia merasa malu sebab dia merupakan
keluarga terpandang dan kaya-raya, sedangkan keluarga Mariamin hanya keluarga
miskin. Namun, ketidaksetujuannya tsb tidak diperlihatkan kepada istri dan
anaknya.
Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha
menggagalkan pernikahan anaknya. Salah satu usahanya adalah mengajak istrinya
menemui seorang peramal. Sebelumnya dia telah menitipkan pesan kepada peramal
agar memberikan jawaban yg merugikan pihak Mariamin. Jelasnya, sang peramal
memberikan jawaban bahwa Aminuddin tidak akan beruntung jika menikah dg
Mariamin.
Setelah mendengar jawaban dr peramal tersebut, ibu
Aminuddin tdk bs berbuat banyak. Dg terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya
utk menvarikan jodoh yg sesuai utk Aminuddin. Mereka langsung melamar seorang
perempuan dari keluarga berada. Oleh karena Aminuddin sedang berada di Medan,
mencari pekerjaan, Baginda Diatas mengirim telegram yg isinya meminta Aminuddin
menjemput calon istri dan keluarganya di stasiun kereta api Medan.
Menerima telegram tsb, Aminuddin mersasa sangat gembira. Dlm hatinya telah
terbayang wajah Mariamin. Ia mengira bahwa calon istri yg akan dia jemput
adalah Mariamin. Namun setelah mengetahui bahwa calon istrinya itu bukanlah
Mariamin, hatinya menjadi hancur. Tapi sebagai anak yg berbakti terhadap
orangtuanya, dengan terpaksa ia menikahi perempuan pilihan orangtuanya itu.
Aminuddin segera memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin.
Mendengar berita itu, Mariamin sangat sedih dan menderita. Dia langsung
pingsan tak sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Stahun
setelah kejadian itu, Mariamindan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun,
seorang kerani di Medan. Pada waktu itu, Kasibun mengaku belum mempunyai istri.
Mariamin pun akhirnya diboyong ke Medan.
Sesampainya di Medan, terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah
seorang lelaki hidung belang. Sebelum menikah dg Mariamin, dia telah mempunyai
istri, yg dia ceraikan karena hendak menikah dg Mariamin. Hati Mariamin sangat
terpukul mengetahui kenyataan itu. Namun, sebagai istri yg taat beragama, walaupun
dia membenci dan tidak mencintai suaminya, dia tetap berbakti kepada suaminya.
Perlakuan kasar Kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin
mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu pada Aminuddin. Menurutnya,
penyambutan istrinya terhadap Aminuddin sangat di luar batas. Padahal, Mariamin
menyambut Aminuddin dg cara yg wajar. Namun, karena cemburunya yg sangat
berlebihan, Kasibun menganggap Mariamin telah memperlakukan Aminuddin secara
berlebih-lebihan. Akibatnya, dia terus-menerus menyiksa Mariamin. (Mencintai
kok menyiksa, ya?)
Perlakuan Kasibun yg kasar kepadanya, membuat Mariamin hilang kesabaran.
Dia tidak tahan lagi hidup menderita serta disiksa setiap hari. Akhirnya, dia
melaporkan perbuatan suaminya kepada kepolisian Medan. Dia langsung meminta
cerai. Permintaan cerainya dikabulkan oleh pengadilan agama di Padang.
Setelah resmi bercerai dg Kasibun, dia kembali ke kampung halamnannya
dengan penuh kehancuran. Hancurlah jiwa dan raganya. Kesengsaraan dan
penderitaan secara batin maupun fisiknya terus mendera dirinya dari kecil
hingga dia meninggal dunia. Sungguh tragis nasibnya.
DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM
STA
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan
bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada
saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di
serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta
pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun,
hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status
sosial yang mencolok antara keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta
kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah
sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka
tumbuh dalam kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang
selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara
terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan
seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala
kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak
oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin.
Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu
pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua
keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek.
Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima
lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya
pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan
bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan
Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan
Sayid terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan
kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena
kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba
menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas.
Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek
yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian,
ibunya pun meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu
memilih hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung
itu.
SENGSARA MEMBAWA NIKMAT
TULIS SUTAN SATI
Seorang pemuda bernama Kacak, karena merasa Mamaknya adalah seorang Kepala
Desa yang dikuti, selalu bertingkah angkuh dan sombong. Dia suka ingin menang
sendiri. Kacak paling tidak senang melihat orang bahagia atau yang melebihi
dirinya. Kacak kurang disukai orang-orang kampungnya karena sifatnya yang
demikian. Beda dengan Midun, walaupun anak orang miskin, namun sangat disukai
oleh orang-orang kampungnya. Sebab Midun mempunyai perangai yang baik, sopan,
taat agama, ramah serta pintar silat. Midun tidak sombong seperti Kacak.
Karena Midun banyak disukai orang,
maka Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun.
Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah
berhasil. Dia sering mencari gara-gara agar Midun marah padanya, namun Midun
tak pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk
berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia
tidak senang berkelahi saja. Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya
pada Haji Abbas bukan untuk dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk
membela diri dan mencari teman.
Suatu hari istri Kacak terjatuh dalam sungai. Dia hampir lenyap dibawa
arus. Untung waktu itu Midun sedang berada dekat tempat kejadian itu. Midun
dengan sigap menolong istri Kacak itu. Istri Kacak selamat berkat pertolongan
Midun. Kacak malah balik menuduh Midun bahwa Midun hendak memperkosa istrinya.
Air susu dibalas dengan air tuba. Begitulah Kacak berterima kasih pada Midun.
Waktu itu Midun menanggapi tantangan itu. Dalam perkelahian itu Midun yang
menang. Karena kalah, Kacak menjadi semakin marah pada Midun. Kacak melaporkan
semuanya pada Tuanku Laras. Kacak memfitnah Midun waktu itu, rupanya Tuanku
Laras percaya dengan tuduhan Kacak itu. Midun mendapat hukuman dari Tuanku
Laras.
Midun diganjar hukuman oleh Tuanku Laras, yaitu harus bekerja di rumah
Tuanku Laras tanpa mendapat gaji. Sedangkan orang yang ditugaskan oleh Tuanku
Laras untuk mengwasi Midun selama menjalani hukuman itu adalah Kacak. Mendapat
tugas itu, Kacak demikian bahagia. Kacak memanfaatkan untuk menyiksa Midun.
Hampir tiap hari Midun diperlakukan secara kasar. Pukulan dan tendangan Kacak
hampir tiap hari menghantam Midun. Juga segala macam kata-kata hinaan dari
Kacak tiap hari mampir di telinga Midun. Namun semua perlakuan itu Midun terima
dengan penuh kepasrahan.
Walaupun Midun telah mendapat hukuman dari Mamaknya itu, namun Kacak
rupanya belum puas juga. Dia belum puas sebab Midun masih dengan bebas
berkeliaran di kampung utu. Dia tidak rela dan ikhlas kalau Midun masih berada
di kampung itu. Kalau Midun masih berada di kampung mereka, itu berarti masih
menjadi semacam penghalang utama bagi Kacak untuk bisa berbuat seenaknya di
kampung itu. Untuk itulah dia hendak melenyapkan Midun dari kampung mereka
untuk selama-lamanya.
Untuk melaksanakan niatnya itu, Kacak membayar beberapa orang pembunuh
bayaran untuk melenyapkan Midun. Usaha untuk melenyapkan Midun itu mereka
laksanakan ketika di kampung itu diadakan suatu perlombaan kuda. Sewaktu Midun
dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan
kuda itu, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun dengan sebelah Midun
pisau.
Tapi untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka
tidak bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acar pacuan kuda itu.
Perkelahian itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun langsung
ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.
Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan
wajib mendekam dalam penjara. Mendengar kabar itu, waduuh betapa senangnya hati
Kacak. Dengan Midun masuk penjara, maka dia bisa dengan bebas berbuat di
kampung itu tanpa ada orang yang berani menjadi penghalangnya.
Selama di penjara itu, Midun mengalami berbagai siksaan. Dia di siksa oleh
Para sipir penjara ataupun oleh Para tahanan yang ada dalam penjara itu. Para
tahanan itu baru tidak berani mengganggu Midun ketika Midun suatu hari
ber¬hasil mengalahkan si jago Para tahanan.
Karena yang paling dianggap jago oleh Para tahanan itu kalah, mereka
kemudian pada takut dengan Midun. Midun sejak itu sangat dihormati oleh para
tahanan lainnya. Midun menjadi sahabat mereka.
Suatu hari, ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat
seorang wanita cantik sedang duduk duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika
gadis itu pergi, ternyata kalung yang dikenakan gadis itu tertinggal di bawah
pohon itu. Kalung itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si gadis.
Betapa senang hati gadis itu. Gadis itu sampai jatuh hati sama Midun. Midun
juga temyata jatuh hati juga sama si gadis. Nama gadis itu adalah Halimah.
Setelah pertemuan itu, mereka berdua saling bertemu dekat jalan dulu itu.
Mereka saling cerita pengalaman hidup, Halimah bercerita bahwa dia tinggal
dengan seorang ayah tiri. Dia merasa tidak bebas tinggal dengan ayah tirinya.
Dia hendak pergi dari rumah. Dia sangat mengharapkan suatu saat dia bisa
tinggal dengan ayahnya yang waktu itu tinggal di Bogor.
Keluar dari penjara, Midun membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya
itu. Usaha Midun itu dibantu oleh Pak Karto seorang sipir penjara yang baik
hati. Midun membawa Halimah ke Bogor ke rumah orang tua Halimah.
Ayah Halimah orangnya baik. Dia sangat senang kalau Midun bersedia tinggal
bersama mereka. Kurang lebih dua bulan Midun bersama ayah Halimah. Midun merasa
tidak enak selama tinggal dengan keluarga Halimah itu hanya tinggal makan minum
saja. Dia mulai hendak mencari penghasilan. Dia kemudian pergi ke Jakarta
mencari kerja. Dalam Perjalanan ke Jakarta. Midun berkenalan dengan saudagar
kaya keturunan arab. Nama saudagar ini sebenarnya seorang rentenir. Dengan
tanpa pikiran yang jelek-jelek, Midun mau menerima uang pinjaman Syehk itu.
Sesuai dengan saran Syehk itu, Midun membuka usaha dagang di Jakarta. Usaha
Midun makin lama makin besar.
Usahanya maju pesat. Melihat kemajuan usaha dagang yang dijalani Midun,
rupanya membuat Syehk Abdullah Al-Hadramut iri hati. Dia menagih hutangnya
Midun dengan jumlah yang jauh sekali dari jumlah pinjaman Midun. Tentu saja
Midun tidak bersedia membayarnya dengan jumlah yang berlipat lipat itu. Setelah
gagal mendesak Midun dengan cara demikian, rupanya Syehk menagih dengan cara
lain. Dia bersedia uangnya tidak di¬bayar atau dianggap lunas, asal Midun
bersedia menyerahkan Halimah untuk dia jadikan sebagai istrinya. Jelas tawaran
itu membuat Midun marah besar pada Syehk . Halimah juga sangat marah pada
Syehk.
Karena gagal lagi akhirnya Syehk mengajukan Midun ke meja hijau. Midun
diadili dengan tuntutan hutang. Dalam persidangan itu Midun dinyatakan bersalah
oleh pihak pengadilan. Midun masuk penjara lagi.
Di hari Midun bebas itu, Midun jalan jalan dulu ke Pasar Baru. Sampai di
pasar itu, tiba tiba Midun melihat suatu keributan. Ada seorang pribumi sedang
mengamuk menyerang seorang Sinyo Belanda. Tanpa pikir panjang Midun yang suka
menolong_orang itu, langsung menyelamatkan Si Sinyo Belanda.itu. Sinyo Belanda
itu sangat berterima kasih pada Midun yang telah menyelamatkan nyawanya itu.
Oleh Sinyo Belanda itu, Midun kemudian diperkenalkan kepada orang tua Sinyo
itu. Orang tua Sinyo Belanda itu ternyata seorang Kepala Komisaris, yang
dikenal sebagai Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ucapan terima kasihnya pada
Midun yang telah menyelamatkan anaknya itu, Midun langsung diberinya pekerjaan.
Pekerjaan Midun sebagai seorang juru Tulis.
Setelah mendapat pekerjaan itu, Midun pun melamar Halimah. Dan mereka pun
menikah di Bogor di rumah orang tua Halimah.
Prestasi kerja Midun begitu baik di mata pimpinannya. Midun kemudian
diangkat menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok. Dia langsung
ditu¬gaskan menumpas para penyeludup di Medan. Selama di Medan itu, Midun,
bertemu dengan adiknya, yaitu Manjau. Manjau bercerita banyak tentang kampung
halamannya. Midun begitu sedih rnendengar kabar keluarganya di kampung yang
hidup menderita. Oleh karena itu ketika dia pulang ke Jakarta, Midun langsung
minta ditugaskan di Kampung halamannya. Permintaan Midun itu dipenuhi oleh
pimpinannya.
Kepulangan Midun ke kampung halamannya itu membuat Kacak sangat gelisah.
Kacak waktu itu sudah menjadi penghulu di kampung rnereka. Kacak menjadi
gelisah sebab dia takut perbuatannya yang telah menggelap¬kan kas negara itu
akan terbongkar. Dan dia yakin Midun akan berhasil rnembongkar perbuatan
jeleknya itu. Tidak, lama kemudian, memang Kacak ditangkap. Dia terbukti telah
menggelapkan uang kas negara yang ada di desa mereka. Akibatnya Kacak masuk
penjara atas perbuatannva itu.
Sedangkan Midun hidup berbahagia bersama istri dan seluruh keluarga¬nya di
kampung.
BELENGGU
ARMYN PANE
Dokter Sukartono dengan seorang perempuan berparas ayu, pintar, serta
lincah. Perempuan itu bernama Sumartini atau panggilannya Tini. Sebenarnya
Dokter Sukartono atau Tono tidak mencintai Sumartini. Demikian pula sebaliknya,
Tini juga tidak mencintai Dokter Sukartono.
Mereka berdua menikah dengan alasan masing-masing. Dokter Sukartono
menikahi Sumartini karena kecantian, kecerdasan, serta mendampinginya sebagai
seorang dokter adalah Sumartini. Sedangkan Sumartini menikahi Dokter Sukartono
karena hendak melupakan masa silamnya. Menurutnya dengan menikahi seorang
dokter, maka besar kemungkinan bagi dirinya untuk melupakan masa lalunya yang
kelam. Jadi, keduanya tidak saling mencintai.
Karena keduanya tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur. Mereka
tidak saling berbicara dan saling bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi
tidak pernah dipecahkan bersama-sama sebagaimana layaknya suami istri.
Masing-masing memecahkan masalahnya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya keluarga
mereka tampak hambar dan tidak harmonis. Mereka sering salah paham dan suka
bertengakar.
Ketidakharmonisan keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono
sangat mencintai dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja
tanpa kenal waktu. Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan
sigap berusaha membantunya. Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya
sendiri. Dai sering meninggalkannya istrinya sendirian dirumah. Ida betul-betul
tidak mempunyai waktu lagi bagi istrinya, Tini.
Dokter Sukartono sangat dicintai oleh pasiennya. Dia tidak hanya suka
menolong kapan pun pasien yang membutuhkan pertolongan, tetapi ia juga ridak
meminta bayaran kepada pasien yang tak mampu. Itulah sebabnya, dia dikenal
sebagi dokter yang sangat dermawan.
Kesibukan Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin memicu
percekcokan dalam rumah tangga. Menurut Suamrtini, Dokter Sukartono sangat
egois. Sumartini merasa telah disepelekan dan merasa bosan karena selalu
ditinggalkan suaminya yang selalu sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa
dirinya telah dilupakan dan merasa bahwa derajatnya sebagai seorang perempuan
telah diinjak-injak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi
hak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak tersebut,
maka Sumartini sering bertengkat. Hampir setiap hari mereka bertengkat.
Masing-masing tidak mau mengalah dan merasa paling benar.
Suatu hari Dokter Sukartono mendapat panggilan dari seorang wanita yang
mengaku dirinya sedang sakit keras. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang
kehotel tempat dia menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut.
Setibanya dihotel, dia merasa terkejut sebab pasien yang memanggilnya adalah
Yah atau Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak kecil. Sewaktu masih
bersekolah di Sekolah Rakyat, Yah adalah teman sekelasnya.
Pada saat itu Yah sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa. Karena tidak
tahan hidup dengan suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta
dia terjun kedunia nista dan menjadi wanita panggilan. Yah sebenarnya secara
diam-diam sudah lama mencintai Dokter Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter
Suartono sebagai suaminya. Itulah sebabnya, dia mencari alamat Dokter
Sukartono. Setelah menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono dengan
berpura-pura sakit.
Karena sangat merindukan Dokter Sukartono, pada saat itu juga, Yah
menggodanya. Dia sangat mahr dalam hal merayu laki-laki karena pekerjaan itulah
yang dilakukannya selama di Jakarta. Pada awalanya Dokter Sukartono tidak
tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya,
lama kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda akan rayuannya, namun karena Yah
sering meminta dia untuk mengobatinya, lama-kelamaan Dokter Sukartono mulai
tergoda. Yah dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh
Dokter Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya.
Karena Dokter Sukartono tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu
bertengkar dengan istrinya, dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan
hotel tempat Yah menginap sebagai rumahnya yang kedua.
Lama-kelamaan hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa
panas hatinya ketika mengethui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama
Yah. Dia ingin melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi
kehotel tempat Yah menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah
mengambil dan dan menggangu suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan
Yah, perasaan dendamnya menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba-tiba
lenyap. Yah yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan
seorang wanita yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa
bahwa selama ini dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti
Yah yang sangat didambakan oleh suaminya.
Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap
dirinya. Dia merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum
pernah memberi kasih sayang yang tulus pada suaminya. Selama ini dia selalu
kasar pada suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi Istri. Akhirnya, dia
mutuskan untuk berpisah dengan Suaminya.
Permintaan tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Dokter Sukartono.
Bagaimanapun, dia tidak mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono
meminta maaf pada istrinya dan berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun,
keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak mampu menahannya. Akhirnya
mereka bercerai.
Betapa sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya
bertambah sedih saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang
mengabarkan jika dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah
air selama-lamanya dan pergi ke Calidonia.
Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi
ke Surabaya. Dia mengabdi pada sebuah panti asuhan yatim piatu, sedangkan Yah
pergi ke negeri Calidonia.
SALAH ASUHAN
ABDUL MUIS
Hanafi, laki-laki muda yang asli orang Minangkabau, berpendidikan tinggi
dan berpandangan kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah
bangsanya sendiri. Sejak kecil Hanafi berteman dengan Corrie du Bussee, gadis
Indo-Belanda yang amat cantik parasnya, lincah dan menjadi dambaan setiap pria
yang mengenalnya. Karena selalu bersama-sama mereka pun saling mencintai satu
sama lain. Setiap hari mereka berdua bermain tenis. Tapi cinta mereka tidak
dapat disatukan karena perbadaan bangsa. Jika orang Bumiputera menikah dengan
keturunan Belanda maka mereka akan dijauhi oleh para sahabatnya dan orang lain.
Untuk itu Corrie pun meninggalkan Minangkabau dan pergi ke Betawi agar
hilanglah perasaan Corrie kepada Hanafi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan
untuk menghindar dari Hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya di sana.
Tuan du bussee adalah ayah Corrie. Dia adalah orang prancis yang sudah
pension dari jabatan arsiteknya. Di hari pensiunnya dia menghabiskan waktu
untuk anaknya Corrie. Tapi dia juga suka dengan berburu, meski umurnya sudah
enam puluh Tahun. Tidak ada hutan belukar yang tidak dia kunjungi. Apa bila
senapan itu meletus, dapatlah seeokor penghuni rimba. Kulitnya di jemur lalu
dikirim ke paris. Dari situlah biaya kehidupan Corrie untuk bersekolah dan
untuk makan mereka berdua sebab istri Tuan Du
bussee sudah meninggal sejak Corrie masih kecil. Pada waktu itu juga dia
tidak sampai hati meninggalkan kuburan istrinya yang berada di solok.
Akhirnya ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah
sepupu Hanafi, gadis Minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada
tradisi dan adatnya. Ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah yaitu
untuk membalas budi pada ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah
Hanafi. Awalnya Hanafi tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Tapi
dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena
Hanafi tidak mencintai Rapiah, di rumah Rapiah hanya diperlakukan seperti babu,
mungkin Hanafi menganggap bahwa Rapiah itu seperti tidak ada apabila banyak
temannya orang Belanda yang datang ke rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia
seorang anak laki-laki yaitu Syafei.
Suatu hari Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus berobat ke Betawi
agar sembuh. Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Disana,
Hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia
menceraikan Rapiah. Ibu Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi walaupun
Hanafi seperti itu Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu Hanafi.
Perkawinannya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, sampai-sampai Corrie
dituduh suka melayani laki-laki lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit
hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit Kholera dan meninggal
dunia. Hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas
kematian Corrie, Hanafi pun pulang kembali ke kampung halamannya dan menemui
ibunya, disna Hanafi hanya diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak ada
artinya lagi. Hanafi sakit, kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk
mengakiri hidupnya, dan akhirnya dia meninggal dunia.
Dua Tahun sudah terlampaui, Corrie sudah banyak perubahan. Belum setahun
corrie meneruskan sekolahnya di betawi, ayahnya sudah meninggal. Demi menrima
telegram dari Tuan Assisten Residen Solok menyatakan hal kematian ayahnya itu,
Corrie bagai tak dapat dilarai –larai dari pada sedihnya. Corrie akhirnya
memutuskan untuk pergi. Dia mulai membereskan pakaiannya untuk berangkat ke
solok untuk melihat kuburan ayahnya itu. Tetapi di akhirinya lah
keberangkatannya ke solok. Sebab dia tidak sanggup melihat sendiri kuburan
ayahnya karena di solok tidak ada tempatnya lagi untuk mencurahkan isi hatinya.
Akhirnya dia mengirimkan telegram ke pada Assisten Residen supaya kuburan
ayahnya di perlakukan secara layak. Sampai akhirnya umur Corrie sudah 21 Tahun
yang tinggal di Weeskamer. Akhirnya dia dapat menerima peninggalan dari
ayahnya.
DIBAWAH LINDUNGAN KA’BAH
HAMKA
Seorang pemuda bernama Hamid, sejak berumur empat tahun telah ditinggal
mati ayahnya. Ayah Hamid mula-mula ialah seorang yang kaya. Karena itu banyak
sanak saudara dan sahabatnya. Tetapi setelah perniagaannya jatuh dan menjadi
melarat, tak ada lagi sanak saudara dan sahabatnya yang datang. Karena sudah
tak terpandang lagi oleh orang-orang sekitarnya itu, maka pindahlah ayah Hamid
beserta ibunya ke kota Padang, yang akhirnya dibuatnya sebuah rumah kecil. Di
tempat itulah ayah Hamid meninggal.
Tatkala Hamid berumur enam tahun, untuk membantu ibunya ia minta kepada
ibunya agar dibuatkan jualan kue-kue untuk dijajakan setiap pagi.
Di dekat rumah hamid terdapat sebuah gedung besar yang berpekarangan luas.
Rumah itu telah kosong karena pemiliknya, seorang Belanda, telah kembali ke
negerinya. Hanya penjaganya yang masih tinggal, yakni seorang laki-laki tua
yang bernama Pak Paiman. Tetapi tak lama kemudian, rumah itu dibeli oleh
seorang-orang kaya yang bernama Haji Jakfar. Isterinya bernama Mak Asiah dan
anaknya hanya seorang perempuan saja yang bernama Zainab.
Setiap hari Hamid dipanggil oleh Mak Asiah karena hendak membeli makanan
yang dijualnya itu. Pad awaktu itu juga ia ditanya oleh Mak Asiah tentang orang
tuany6a dan tempat tinggalnya. Setelah Hamid menjawab pertanyaan itu, Mak Asiah
pun meminta kepada Hamid agar ibunya datang ke rumahnya. Sejak kedatangan ibu
Hamid ke rumah Mak Asiah itulah, maka persahabatan mereka itu menjadi karib dan
Hamid beserta ibunya sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Ketika Hamid berumur tujuh tahun, ia pun atas biaya Haji Jakfar yang baik
hati itu disekolahkan bersama-sama anaknya, Zainab, yang umurnya lebih muda
daripada Hamid. Pergaulan Hamid dengan Zainab, seperti pergaulan antara kakak
dengan adik saja. Setelah tamat dari SD, Hamid dan Zainab pun sama-sama
dilanjutkan sekolahnya ke Mulo.
Setelah keduanya tamat dari Mulo, barulah Hamid berpisah dengan Zainab,
karena menurut adat Zainab harus masuk pingitan, sedang Hamid yang masih
dibiayai oleh Haji Jakfar, meneruskan pelajaran ke sekolah agama di
Padangpanjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang teman laki-laki yang
bernama Saleh.
Pada suatu petang, tatkala Hamid pergi berjalan-jalan di pesisir,
bertemulah ia dengan Mak Asiah yang baru datang dari berziarah ke kubur suaminya.
Ia naik perahu sewaan bersama-sama dua orang perempuan tua lainnya. Pada
pertemuan itulah Mak Asiah mengharapkan kedatangan Hamid ke rumahnya pada
keesokan harinya, karena ada suatu hal penting yang hendak dibicarakannya.
Setelah Hamid datang pada keesokan harinya ke rumah Mak Asiah, maka Hamid pun
dimintai tolong oleh Mak Asiah agar ia mau membujuk Zainab untuk bersedia
dinikahkan dengan kemenakan Haji Jakfar yang pada waktu itu masih bersekolah di
Jawa. Tetapi permintaan itu ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum lagi
hendak menikah.
Penolakan itu sebenarnya disebabkan Zainab sendiri telah jatuh cinta kepada
Hamid. Bagi Hamid sendiri, sebenarnya ia cinta kepada Zainab, hanya cintanya
itu tidak dinyatakan berterus terang kepada Zainab. Karena itulah, sebenarnya
suruhan Mak Asiah itu bertentangan dengan isi hatinya. Tetapi karena ia telah
berhutang budi kepada Mak Asiah, maka dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah
kejadian itu Hamid pun pulang ke rumahnya, tetapi sejak itu, ia tidak pernah
lagi datang ke rumah Mak Asiah, karena sejak itu ia meninggalkan kota Padang
menuju Medan dan selanjutnya pergi ke tanah Suci Mekah. Dari Medan Hamid
berkirim surat kepada Zainab untuk minta diri pergi menurutkan kemana arah
kakinya berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam
kesepian itu.
TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
NUR SUTAN ISKANDAR
Dua anak yatim piatu mengalami cobaan silih berganti. Banyak orang yang
tidak peduli atau pun menolong. Mereka hanya berjuang berdua. Sampai akhirnya
sang adik perempuan meninggal, sang kakak jadi makin tertekan dan lemah, dan
pada akhirnya juga meninggal dunia.
Sebuah keluarga tidak mempunyai seorang ibu, hanya ada seorang ayah dan dua
orang anak yang sudah menjadi piatu. Anak laki-laki bernama Mansur dan yang
perempuan bernama Laminah.
Keluarga miskin ini berada di Dusun Ketahun di Bengkulu. Cobaan kembali
datang pada Mansur dan Laminah ketika ayah mereka juga meninggal. Sekarang
kedua anak tersebut menjadi yatim piatu dan tidak mempunyai harta sama sekali.
Setelah itu mereka diasuh oleh bibi yang bernama Jepisah. Bibi mereka
selalu bersikap baik terhadap mereka. Pertama kali saat mereka tinggal bersama
Jepisah, mereka diperlakukan seperti anak sendiri oleh Jepisah dan suaminya
yang bernama Madang.
Tapi sayang, setelah beberapa hari kemudian mereka kembali harus merasakan
pahitnya kehidupan. Suami Jepisah mulai berbuat yang tidak baik terhadap
mereka. Madang sering mengeluarkan kata-kata keras dan kasar kepada mereka,
bahkan memukul atau menendang. Sementara bibi Jepisah sangat menyayangi mereka
berdua.
Mansur dan Laminah tetap bersabar sampai akhirnya sebuah kesalahpahaman
menjadikan mereka harus pergi meninggalkan bibi yang sangat mereka sayangi itu.
Mereka lalu menginap di tempat Datuk Halim dan istrinya yang bernama Seripah.
Keadaan mereka saat itu lebih baik. Mereka diperlakukan seperti seorang
yatim piatu yang memang benar-benar harus disayangi dan dikasihi. Namun karena
merasa sudah sangat merepotkan, mereka berdua berencana untuk pergi merantau ke
kota Bengkulu dan meninggalkan Dusun Ketahun.
Setalah tiba di kota Bengkulu, tepatnya di kampung Cina, mereka
dipekerjakan oleh seorang toke yang memiliki sebuah toko Roti. Dalam beberapa
tahun mereka hidup dengan tenang disana.
Tapi ketenangan mereka kembali terganggu setelah datangnya seorang pegawai
baru di toko itu yang bernama Sarmin. Sikap Sarmin sangat menakutkan. Bandannya
kekar berotot. Laminah merasa sangat terganggu akan keberadaan Sarmin.
Seringkali Laminah harus menangis tersedu karena rasa takutnya terhadap
Sarmin. Oleh karena itu, Mansur bertekad memberi peringatan terhadap Sarmin.
Perkelahian pun tidak dapat dihindari lagi.
Lalu Mansur beserta adiknya memutuskan untuk mencari pekerjaan ditempat
lain. Tanpa disangka mereka pun kembali merasakan kejamnya kehidupan.
Mansur harus di bawa ke kantor polisi dan terpaksa mendekam di dalam sel
setelah dituduh mencuri uang.
Laminah terpaksa menerima kenyataan pahit itu, dan harus rela hidup
sendirian tanpa saudaranya. Apalagi ia kembali terusik oleh Darwis, temannya
dulu ketika masih bekerja di toko Roti.
Laminah hampir diperkosa oleh Darwis laki-laki yang tidak punya perasaan
tersebut. Ia tidak tahan lagi akan kehidupan pahit yang sering dialaminya. Pada
akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing
curam ke lautan luas.
Sementara Mansur akhirnya keluar dari penjara, setelah beberapa lama
mendekam disana. Mansur akhirnya bisa merasakan kembali udara segar kota
Bengkulu. Tak lama sesuda hitu, kabar mengenai kematian adiknya pun terdengar
olehnya.
Sekarang Mansur hanya hidup sendiri setelah ditinggal mati ibu, ayah dan
adiknya. Ia berusaha tetap tabah mengahadapi kenyataan tersebut. Sampai
akhirnya malapetaka pun datang.
Pikiran dan perasaan Mansur makin tertekan karena terlalu banyak memikirkan
kehidupan yang baginya semakin kejam dan menyiksa. Badannya menjadi lemah tidak
bertenaga, sampai akhirnya ketika sedang berlayar ia jatuh pingsan dan
tenggelam ke lautan. Jenazahnya tidak diketemukan dan menghilang.
SI JAMIN DAN SI JOHAN
MERARI SIREGAR
Di Taman Sari, ada sebuah rumah yang sudah setengah tua dengan cat yang
sudah tak tentu lagi warnanya. Rumah itu dihuni oleh Jamin dan Johan,
kakak-beradik yang sangat malang. Ayahnya, si Bertes adalah pemabuk berat. Ibu
kandungnya yang sangat baik, Mina telah meninggal. Lalu ayahnya menikah lagi
dengan perempuan lain bernama Inem. Ibu
tiri si Jamin dan si Johan ini sangat buruk tingkah-lakunya. Jika ayahnya tukang
mabuk, maka ibu tirinya tukang menghisap candu. Selain itu, Inem juga sering
memukuli dan memarahi Johan, apalagi jika hasilnya mengemis tak sesuai dengan
yang diharapkannya.
Setiap hari, si Jamin meminta-minta untuk menghidupi keluarganya. Si Jamin
sudah kerap kali pulang dengan uang sedikit sehingga ibu tirinya memarahinya.
Si Jamin memang malu berbuat seperti budak
peminta-minta yang lain, yang suka meminta sedekah dengan kata-kata
membujuk dan kadangkala berdusta.
Suatu saat, karena perolehannya belum cukup si Jamin tidak berani pulang.
Karena belum makan seharian, ia pun pingsan. Ia ditemukan oleh Kong Sui di depan toko obatnya. Kong Sui
dan istrinya, Nyonya Fi terkenal kebaikannya suka menolong orang. Oleh sepasang
suami-istri itu, si Jamin diberi makan dan diberi baju ganti yang masih layak
pakai. Atas permintaan Kong Sui dan Nyonya Fi, ia pun menceritakan
asal-usulnya. Karena iba, sebelum pulang si Jamin diberi sejumlah uang dan
dibekali makanan untuk diberikan pada adiknya, si Johan.
Suatu hari, kejadian mengenaskan menimpa Jamin. Sewaktu ia akan
mengembalikan cincin Nyonya Fi yang tertinggal di kantong celana yang diberikan
kepadanya, Jamin tertabrak oleh trem. Ia pun dibawa ke rumah sakit. Adiknya, si
Johan yang waktu itu ada bersama Jamin langsung menangis. Ia tak mengerti. Semua
itu terjadi dalam sekejap.
Ternyata, cincin yang dibawa abangnya itu terjatuh. Ia pun memungut dan
mengembalikannya kepada Nyonya Fi. Bersama Kong Sui dan Nyonya Fi, si Johan
mencari keberadaan kakaknya. Mereka masih sempat bertemu dengan Jamin sebelum
ajal menjemputnya.
Setelah kejadian itu, si Johan tinggal bersama Kong Sui. Ibu tirinya, Inem
tak lagi tinggal di rumah. Tetangga-tetangganya pun tak mengetahui ke mana
perginya. Bertes, ayah Johan yang sudah tiga bulan dipenjara dibebaskan. Ia
tidak terbukti bersalah pada kasus perkelahian yang terjadi di Pasar Senen. Ia
pun menyesali segala perbuatannya. Ia pun berterima kasih kepada keluarga Kong
Sui.
Lima tahun kemudian, si Johan tamat dari sekolah dasar. Ia lalu meneruskan
ke sekolah pertukangan di Jawa atas biaya Kong Sui. Ayahnya pun telah mendapatkan pekerjaan yang
tetap berkat bantuan Kong Sui.
LAYAR TERKEMBANG
STA
Tuti dan Maria merupakan anak dari Raden Wiriatmajda, anak sulungnya yaitu
Tuti memiliki sifat yang teguh pendiriannya, pendiam dan aktif dalam berbagai
organisasi wanita. Sebaliknya dengan anak bungsu Wiriatmajda, Maria cenderung
periang, lincah dan orang yang mudah kagum. Hari minggu ini mereka akan
mengunjungi akuarium di sebuah pasar ikan, ketika mereka hendak mengambil
sepeda dan meninggalkan pasar seorang pemuda menghampiri mereka yang kebetulan
sepeda pemuda itu bersebelahan dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenelan
dengan pemuda tersebut. Pemuda tersebut bernama Yusuf dia merupakan mahasiswa
kedokteran dan putra dari Demang Munaf, yang tinggal di Martapura Kalimantan
Selatan. Setelah berkenalan Yusuf mengantar Tuti dan Maria sampai depan rumah.
Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis tersebut,
terutama Maria gadis yang cantik, lincah dan periang. Yusuf telah menaruh hati
kepada Maria sejak pertama mereka bertemu. Keesokan hainya Yusuf, Maria dan
Tuti bertemu di depan hotel Des Indes
semenjak pertemuan mereka yang kedua itu Yusuf sering sekali menjemput Maria
untuk berangkat bersama ke sekolah. Hubungan mereka semakin dekat, Yusuf pun
sudah berani berkunjung ke rumah Wiriatmadja untuk menemui Maria. Di sana dia
di sambut dengan lembut dan sopan, sering sekali dia berkunjung ke sana. Tuti
pun sedang di sibukkan dengan kongres Putri Sedar yang di pimpinnya.
Yusuf memutuskan untuk berlibur sebentar di kampong halamannya. Selama
berlibur Maria dan Yusuf saling berkirim surat, dalam surat tersebut Maria
mengatakan telah pindah ke Bandung. Surat-surat yang dikirim oleh Maria membuat
Yusuf semakin rindu kepadanya, sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Jakarta
dan mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf di sambut hangat oleh Maria dan Tuti.
Yusuf mengajak mereka berjalan-jalan, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan
kesibukannya. Mereka menuju ke air terjun, di bahaw air terjun Maria merasa
kedinginan dalam kesempatan itu Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Hari-hari Maria penuh dengan kehangatan dengan Yusuf. Sebaliknya hari-hari
Tuti dihabiskan dengan membaca buku. Melihat kemesraan yang di alami adiknya
Tuti pun ingin mengalami hal yang sama. Tetapi Tuti memiliki kekawatiran
terhadap hubungan Maria dan Yusuf. Tuti menasehati Maria jangan terlalu
diperbudak oleh cinta, nasehat Tuti justru memicu pertengkaran di antara
mereka. Maria bahkan menyinggung akibat putusnya hubungan Tuti dengan
tunangannya Hambali. Pertengkatan antara mereka memberikan pukulan keras
terhadap Tuti.
Dari kejadian itu Tuti merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya. Di
tempat kerjanya Tuti mendapat teman baru yaitu Supomo. Supomo sempat menyatakan
cintanya kepadanya. Sekarang Tuti dihadapkan pada dua pilihan antara menikah
dengan organisasi Putri Sedar yang tidak dapat dia tinggalkan. Akhirnya dia
memutuskan untuk meninggalkan Supomo meskipun dia telah berusia 27 tahun.
Maria terserang sakit yang cukup parah, yaitu muntah darah dan TBC.
Keluarga Wiriatmadja akhirnya memutuskan agar Maria di rawat di rumah sakit
Pacet. Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Ia sangat khawatir akan keadaan
adiknya. Setiap hari Yusuf juga mengunjungi Maria, secara langsung Yusuf selalu
bertemu dengan Tuti. Tuti dan Yusuf sudah mulai dekat. Semakin hari keadaan
Maria semakin menurun, dan keadaannya berakhir di cintainya dengan tulus,.
Sebaliknya Tuti juga merasakan bahwa cinta Yusuf kepadanya juga tulus. Sekarang
Tuti merasa yakin bahwa Yusuf adalah calon suami yang baik dan bisa di
cintainya dengan kematian.
Sebelum meninggal Maria telah berpesan kepada Tuti, supaya apabila jiwanya
tidak terselamatkan kakaknya bersedia menjadi istri kekasihnya yang sekarang
ini. Tuti dan Yusuf telah kehilangan seseorang yang amat mereka sayangi.
Sepeninggal Maria, Tuti merasa bahwa Yusuf dapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar