Translate

Minggu, 29 Oktober 2017

Dongeng Singkat

1.Kisah Cinta Jaka Tarub dan Nawang Wulan

Jaka Tarub dan nawang WulanJaka Tarub dan Nawang Wulan – Dahulu kala, hidup seorang laki-laki yang hidup sendiri di sebuah desa. Laki-laki ini adalah Jaka Tarub. Dulu jaka tarub hidup dengan ibu angkatnya yaitu Mbok Randa Tarub. Sebelum ibu angkatnya meninggal, jaka tarub adalah anak yang rajin. Menggarap sawah dan melakukan pekerjaannya untuk sang ibu. Mbok Randa begitu menyayangi Jaka Tarub seperti anak kandungnya sendiri. Namun, setelah Mbok Randa meninggal, Jaka Tarub merasa bimbang dan sedih. Sedih di tinggal oleh Ibunya, sedih hidup sendiri dan bingung untuk siapa dia bekerja. Tidak ada seseorang lagi yang menikmati hasil kerjanya.
Jaka tarub tidak lagi bersemangat bekerja sehingga sawahnya terbengkalai. Suatu hari jaka tarub pergi berburu daging rusa. Dia sangat berselera untuk memakan daging rusa, karena dimalamnya dia bermimpi memakan daging rusa. Setengah hari sudah Jaka Tarub berburu, tapi tak ada seekorpun rusa yang ditemuinya. Lelah mencari kesana-kesini, jaka tarub beristirahat di bawah pohon. Bersama semilir angin, Jaka Tarub mendengar suara tawa canda di telaga. Diapun menghampiri dengan rasa penasarannya.
Dilihatnya 7 wanita cantik sedang bermain air. Mereka adalah 7 bidadari yang turun dari khayangan. Jaka Tarub begitu terpukau akan kecantikan bidadari-bidadari itu. Disamping telaga, Jaka Tarub melihat 7 selendang milik bidadari-bidadari. Kemudian di ambillah satu dari 7 selendang. Saat para bidadari hendak kembali kekhayangan, salah satu bidadari gelisah karena selendangnya hilang. Selendang yang di ambil Jaka Tarub itu adalah milik Nawang Wulan.   Keenam bidadari yang lain ikut mencari selendang milik Nawang Wulan, tapi tidak ketemu juga. Karena waktu mereka sudah habis untuk bermain didunia, keenam bidadari kembali kekhayangan. Disaat Nawang Wulan sendiri menangis dan meratapi nasibnya, Jaka Tarub menemui Nawang Wulan dengan jantung berdebar-debar. Jaka Tarub saat itu merasa mendapatkan cinta dari pasangan hidup nya dan diajaknya ke rumah. Beberapa bulan kemudian mereka menikah dan melahirkan seorang anak yang bernama Nawangsih.
Keberadaan Nawangsih di sampingnya, Jaka Tarub merasa bahagia. Semangatnya hidup kembali, sawah yang terbengkalai kini dirawatnya lagi dan mereka hidup bahagia. Suatu hari, Nawang Wulang hendak pergi kekali dan perpesan kepada Jaka Tarub suaminya “Kakang, aku hendang ke kali, dan aku sedang ememasak nasi, tolong jaga apinya tapi jangan sesekali membuka tutup kukusan itu”. Setelah istrinya pergi, muncul rasa penasaran “ Apa yang ada di dalam kukusan itu”.  Dengan rasa penasarannya, Jaka Tarub membuka tutup kukusan dan melihat setangkai padi didalamnya. “Ternyata selama ini istriku memasak hanya dengan setangkai padi, bisa menjadi satu kukusan penuh” kata jaka tarub dengan bergumam. Setelah istrinya kembali, Nawang Wulan membuka tutup kukusannya dan setangkai padi tidak berubah. Nawang Wulan tahu kalau kukusan telah dibuka oleh suaminya.Karena itu, Nawang Wulan merasa sedikit kecewa dengan suaminya. Kini kekuatannya hilang dan harus memasak seperti manusia normal. Hari demi hari, persediaan padi kini mulai berkurang. Sampai sudah di saat persediaan padi tinggal sedikit, Nawang Menemukan selendangnya di bawah tumpukan padi. Sekarang dia pun tahu bahwa yang mencuri selendang itu adalah Jaka Tarub, suaminya.
Di pakai segera selendang itu dan menemui suaminya. “ Kakang, maafkan aku, aku harus kembali ke khayangan, jagalah anak kita Nawangsih. Buatkan dangau di sekitar rumah. Setiap malam taruh Nawangsih di dangau itu dan aku akan kesana menyusuinya, tapi kakang janganlah mendekat.” Setelah berkata demikian, kembalilah Nawang Wulan kekhayangan. Jaka Tarub tidak ingin membuat orang yang dicintainya kecewa lagi. Dia menuruti perkataan istrinya. Setiap malam Jaka Tarub hanya bisa memandangi Nawang Wulan yang sedang bermain dengan Ibunya. Saat Nawangsih tertidur, Nawang Wulan kembali kekhayangan. Terus dan terus begitu setiap malamnya sampai Nawangsih Besar. Walau Nawang Wulan sudah tidak menemui anaknya lagi, tapi disaat Jaka Tarub dan Nawangsih sedang kesulitan, sesuatu selalu ada untuk membantu mereka. Konon Bantuan itu adalah Nawang Wulan. Disetiap malam di setiap waktu, Jaka Tarub dan Nawangsih berharap orang yang disayanginya kembali bersama mereka
.................................................................................................

2.Legenda Danau Toba


Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup SEOrang petani. Ia SEOrang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya.
 Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi SEOrang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu SEOlah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan SEOrang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi SEOrang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang SEOrang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

3.Legenda Rawa Pening (Cerita Dari Jawa Tengah)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR5V8C6v9ZKfpHXsZnJ87qGvIHP0msrn7g8v7Y2vKhuEU-M2HaEf_7xAKsBxD92rWzrLkx9-IzpESongFgWHmjJXtCAg2ev476jN567qFPuyPpq6EZEFMFnLWN5rdyZ-547mTnzu9Q7Y6x/s320/rw+pening+kompas.jpg
Dahulu kala, warga desa Ngebel terkejut melihat seekor ular yang sangat besar. Karena takut ular itu akan menyerang mereka, warga desa beramai-ramai menangkap ular yang bernama Baru Klinting itu. Setelah tertangkap ular itu dibunuh dan dagingnya disantap dalam sebuah pesta. Hanya satu warga desa yang tidak mereka ajak menikmati pesta itu, yaitu seorang nenek tua miskin bernama Nyai Latung.
Beberapa hari kemudian muncul seorang anak laki-laki berumur sekitar sepuluh tahun. Ia tampak kumal dan tidak terawat, bahkan kulitnya pun ditumbuhi penyakit. Anak itu mendatangi setiap rumah dan meminta makanan kepada warga desa. Namun tak seorang pun memberinya makanan atau air minum. Mereka malah mengusirnya dan mencaci makinya.
Akhirnya ia tiba di rumah yang terakhir, rumah Nyai Latung. Di depan rumah reot itu Nyai Latung sedang menumbuk padi dengan lesung.
“Nenek,” kata anak itu, “Saya haus. Boleh minta air, nek?”
Nenek Latung mengambil segelas air yang diminum anak itu dengan lahap. Nyai Latung memandangi anak itu dengan iba. “Mau air lagi? Kau mau makan? Tapi nenek cuma punya nasi, tidak ada lauk.”
“Mau, nek. Nasi saja sudah cukup. Saya lapar,” sahut anak itu.
Nenek segera mengambilkan nasi dan sisa sayur yang ada. Ia juga mengambilkan air lagi untuk anak itu, Anak itu makan dengan lahap, hingga tidak sebutir nasipun tersisa.
“Siapa namamu, nak? Di mana ayah ibumu?”“Namaku Baru Klinting. Ayah dan ibu sudah tiada.”
“Kau tinggal saja di sini menemani nenek,”
“Terima kasih, nek. Tapi saya pergi saja. Orang-orang di sini jahat, nek. Hanya nenek saja yang baik hati kepadaku.”Baru Klinting kemudian bercerita tentang warga desa yang tidak ramah kepadanya. Kemudian, ia pun pamit. Sebelum pergi, ia berpesan kepada Nyai Latung.
“Nek, nanti jika nenek mendengar suara kentongan, nenek naiklah ke atas lesung. Nenek akan selamat.”
Meskipun tidak mengerti maksud Baru Klinting, Nyai Latung mengiyakan saja.
Baru Klinting masuk ke desa lagi. Ia mendatangi anak-anak yang sedang bermain. Ia mengambil sebatang lidi lalu menancapkannya di tanah. Lalu ia memanggil anak-anak.
“Ayo... siapa yang bisa mencabut lidi ini?”
Anak-anak mengejek Baru Klinting namun ketika satu per satu mereka mencoba mencabut lidi, tak ada yang berhasil. Mereka pun memanggil anak-anak yang lebih besar. Semua mencoba, semua gagal. Orang-orang dewasa pun berkumpul dan mencoba mencabut lidi. Tetap tidak ada yang berhasil.
Akhirnya Baru Klinting sendiri yang mencabut sendiri lidi itu. Dari lubang di tanah bekas menancapnya lidi memancar air yang makin lama makin banyak dan makin deras. Orang-orang berlarian kalang kabut, Salah seorang membunyikan kentongan sebagai tanda bahaya. Namun air cepat menjadi banjir dan menenggelamkan seluruh desa.
Nyai Latung mendengar bunyi kentongan di kejauhan, Ia teringat pesan Baru Klinting dan segera naik ke atas lesung. Baru ia duduk di dalam lesung, air sudah datang dan makin tinggi. Lesung itu terapung-apung. Nyai Latung melihat para tetangganya sudah mati tenggelam.
Setelah beberapa lama, air berhenti naik dan perlahan-lahan mulai surut. Lesung Nyai Latung terbawa menepi sehingga ia dapat naik ke darat. Hanya ia yang selamat dari banjir. Warga desa yang lain semuanya tewas.
Air tidak seluruhnya kering kembali namun meninggalkan genangan luas berbentuk danau yang sekarang disebut Rawa Pening. Rawa Pening terletak di daerah Ambarawa.
Rawa Pening luasnya 2670 hektare. Sekarang digunakan untuk pengairan dan budi daya ikan selain juga menjadi tempat wisata. Enceng gondok yang memenuhi permukaannya digunakan untuk bahan kerajinan dan keperluan lain. Sedangkan air sungai Tuntang yang berhulu di danau itu digunakan untuk pembangkit listrik. Namun sekarang Rawa Pening mengalami pendangkalan dan dikhawatirkan lambat laun akan lenyap bila tetap dibiarkan seperti saat ini.

.......................................................................................................................................................................
4. Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.


.................................................................................

5. Cerita Rakyat: Legenda Ande Ande Lumut

Photo by Saltedpistachio

Klething Kuning minta ijin kepada ibu angkatnya untuk pergi ke Dadapan. Ibunya mengijinkan ia pergi bila pekerjaannya sudah selesai. Ia pun sengaja menyuruh Klething Kuning mencuci sebanyak mungkin pakaian agar ia tidak dapat pergi.
Sementara itu ibu janda mengajak ketiga anak gadisnya ke Dadapan untuk melamar Ande-Ande Lumut. Di perjalanan mereka tiba di sebuah sungai yang sangat lebar. Tidak ada jembatan atau perahu yang melintas. Mereka kebingungan. Lalu mereka melihat seekor kepiting raksasa menghampiri mereka.“Namaku Yuyu Kangkang. Kalian mau kuseberangkan?”
Mereka tentu saja mau.“Tentu saja kalian harus memberiku imbalan.”“Kau mau uang? Berapa?” tanya ibu janda.
“Aku tak mau uangmu. Anak gadismu cantik-cantik. Aku mau mereka menciumku.’
Mereka terperanjat mendengar jawaban Yuyu Kangkang. Namun mereka tidak mempunyai pilihan lain. Akhirnya mereka setuju. Kepiting raksasa itu menyeberangkan mereka satu persatu dan mereka pun memberikan ciuman sebagai imbalan.
Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka minta bertemu dengan Ande-Ande Lumut.
Mbok Randa mengetuk kamar Ande-Ande Lumut, katanya, “Puteraku, lihatlah, gadis-gadis cantik ini ingin melamarmu. Pilihlah satu sebagai isterimu.”“Ibu,” sahut Ande-Ande Lumut, “Katakan kepada mereka, aku tidak mau mengambil kekasih Yuyu Kangkang sebagai isteriku.”Ibu Janda dan ketiga anak gadisnya terkejut mendengar jawaban Ande-Ande Lumut. Bagaimana pemuda itu tahu bahwa mereka tadi bertemu dengan kepiting raksasa itu? Dengan kecewa mereka pun pulang.
Di rumah, Klething Kuning sudah menyelesaikan semua tugasnya berkat bantuan bangau ajaib. Bangau itu memberinya sebatang lidi.
Ketika ibu angkatnya kembali Klething Kuning sekali lagi meminta ijin untuk pergi menemui Ande-Ande Lumut. Ibu angkatnya terpaksa mengijinkan, namun ia sengaja mengoleskan kotoran ayam ke punggung Klething Kuning.
Klething Kuning pun berangkat. Tibalah ia di sungai besar. Kepiting raksasa itu mendatanginya untuk menawarkan jasa membawanya ke seberang sungai.
“Gadis cantik, kau mau ke seberang? Mari kuantarkan,” kata Yuyu Kangkang
“Tidak usah, terima kasih” kata Klething Kuning sambil berjalan menjauh.
“Ayolah, kau tak perlu membayar,” Yuyu Kangkang mengejarnya.”Cukup sebuah ci… Aduh!”
Klething Kuning mencambuk Yuyu Kangkang dengan lidi pemberian bangau. Kepiting raksasa itu pun lari ketakutan.
Klething Kuning kemudian mendekati tepi air sungai dan menyabetkan lidinya sekali lagi. Air sungai terbelah, dan ia pun bisa berjalan di dasar sungai sampai ke seberang.
Klething Kuning akhirnya tiba di rumah Mbok Randa. Mbok Randa menerimanya sambil mengernyitkan hidung karena baju Klething Kuning bau kotoran ayam. Ia pun menyilakan gadis itu masuk lalu ia pergi ke kamar Ande-Ande Lumut.
“Ande anakku, ada seorang gadis cantik, tetapi kau tak perlu menemuinya. Bajunya bau sekali, seperti bau kotoran ayam. Biar kusuruh ia pulang saja.”“Aku akan menemuinya, Ibu,” kata Ande-Ande Lumut.“Tetapi… ia…,” sahut Mbok Randa.
“Ia satu-satunya gadis yang menyeberang tanpa bantuan Yuyu Kangkang, ibu. Ialah gadis yang aku tunggu-tunggu selama ini.”
 Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu.
Klething Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya, Raden Panji Asmarabangun.
“Sekartaji, akhirnya kita bertemu lagi,” kata Raden Panji.
Raden Panji kemudian membawa Dewi Sekartaji dan Mbok Randa Dadapan ke Jenggala. Raden Panji dan Dewi Sekartaji pun menikah. Kerajaan Kediri dan Jenggala pun dipersatukan kembali.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
6.Timun mas
Cerita Rakyat Jawa Tengah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYW05BFnfHen7k6_UEvegxCJbWdlLrOw1bYslTqNJzgCygg4zrKVcfdO-Faw7Mu_lRgwmqx9_rr4GsvRDiBBScaMXX729Fm2jhlO4lSlDaMDBWhJNpN5Q-ipaoHmUHlm8dx1wD9nb34yk/s1600/Timun+Mas.gifPada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.
“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.
Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih,
Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.




Selasa, 14 Maret 2017

Kalimat Langsung dan Tak Langsung

Kalimat Langsung dan Tak Langsung

Kalimat langsung adalah sebuah kalimat yang merupakan hasil kutipan langsung dari pembicaraan seseorang yang sama persis seperti apa yang dikatakannya. 

Ciri-ciri kalimat langsung:
1. Pada kalimat langsung kalimat petikan ditandai dengan tanda petik.
2. Huruf pertama pada kalimat yang dipetik menggunakan huruf kapital.
3. Kalimat petikan dan kalimat pengiring dipisahkan dengan tanda baca (,) koma.
4. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, harus menggunakan tanda baca titik dua (:) di depan kalimat langsung.
5.  Pola susunan:
     Pengiring, ”kutipan”
    “Kutipan,” pengiring
    “Kutipan,” pengiring, “kutipan”
6. Cara membaca pada kalimat kutipan intonasinya sedikit ditekan.

Aturan menulis kalimat langsung:
Dalam menulis kalimat langsung ada beberapa hal yang harus diperhatikan terutama penggunaan tanda baca, diantaranya adalah:

1. Bagian kalimat petikan diapit oleh tanda petik 2 (“) bukan petik 1 (‘).
2. Tanda petik penutup ditaruh setelah tanda baca yang mengakhiri kalimat petikan.

Contoh:
Andi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok.”   (Benar)
Andi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok”.    (Salah)
“Baju itu bagus,” kata mawar      (Benar)
“Baju itu bagus”, kata mawar      (Salah)

3. Kalimat pengiring harus diakhiri dengan satu tanda koma, terkadang tanda titik dua dan satu spasi apabila bagian kalimat pengiring terletak sebelum kalimat petikan.

Contoh:

Andi bertanya, “Mau kemana kalian hari ini?”
“Mau kemana kalian hari ini?” tanya Andi.        (Benar)
“Mau kemana kalian hari ini?”, tanya Andi.       (Salah)

4. Jika ada 2 kalimat petikan, huruf awal pada kalimat petikan pertama menggunakan huruf kapital. Sedangkan pada kalimat petikan kedua menggunakan huruf kecil kecuali nama orang dan kata sapaan.

Contoh:
“Coba saja minta sama ayah,” kata ibu, “dia pasti akan memberikannya.”
Budi mengatakan, “Sepatu yang ku pakai sepatu mahal,” padahal kata Andre, “sepatu Budi murah.”

Contoh kalimat langsung:
Ibu menyuruh, “Belikan ibu garam di warung!”
“Jangan bergereak” gertak polisi kepada pencuri.
“Siapakah yang membersihkan ruang kelas ini?” tanya bu guru sebelum memulai pelajaran.  
“Kak, kau dipanggil Ayah” kata ibu, “ kamu disuruh makan olehnya.”
Budi berkata: “Aku ingin pergi ke Jepang suatu saat nanti.”


Ciri- ciri Kalimat Langsung: 
1. Bertanda petik dalam bahasa tertulis.
2. Intonasi: bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian lainnya.
3. Berkemungkinan susunan :
  • pengiring/kutipan
  • kutipan/pengiring
  • kutipan/pengiring/kutipan
4. Huruf pertama pada petikan langsung ditulis dengan menggunakan huruf kapital.
5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau kalimat perintah.
6. Bagian pengiring dan bagian petikan langsung dipisah dengan tanda baca koma (,).
7. Jika di dalam petikan langsung menggunakan kata sapaan, maka sebelum kata sapaan diberi tanda baca koma (,) dan huruf pertama kata sapaan menggunakan huruf kapital.
8. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, wajib menggunakan tanda baca titik dua (:) di depan kalimat langsung.



Contoh kalimat langsung :
  1. Robi berkata, “Panas sekali cuaca hari ini”.
  2. “Tolong ambilkan obat!” kata Ibu kepada Rani.
  3. “Kamu harus isitirahat yang cukup dan jangan dulu keluar rumah selama beberapa hari,”kata dokter kepadaku.
  4. Bu Guru bertanya, “Diantara kalian, siapa yang bercita-cita ingin menjadi astronot?”
  5. Desmon berkata,” Ani nanti pulangnya saya antar!”
  6. ” Kapan bukuku kamu kembalikan?“ tanya Samid.
  7. ” Belikan saya mobil baru!“ pinta Tria.
  8. ” Saya akan datang nanti malam,“ kata Hamid.
  9. Dani berkata,” Coba kamu bantu saya menyelesaikan tugas ini!”
  10. Paman berkata,” Pulanglah kalian secepatnya karena sebentar lagi hujan turun.”
  11. Ketua kelas berkata,” Terima kasih atas sambutan kalian kepada kami pada acara kunjungan kami.”
  12. Kata Webby,” Saya nanti sore akan ke rumahmu.”
  13. “Ibu rita berkata kepada ku “Tolong ambilkan saya segelas air putih.”
  14. “Kamu adalah anak yang pintar.” kata ayah kepada andi.
  15. “Jangan bermain di tempat kotor.” kata ibu itu kepada anaknya.
  16. “Tolong bukakan pintu itu.” suruh dian kepada andi.
  17. “Jangan ribut disini sedang ada ulangan.” Teriak pak guru kepada anak itu.
  18. “Kemungkinan harga BBM akan meningkat tahun ini.” jelas pak menteri.
  19. “Saya akan menggratiskan biaya pendidikan.” teriak caleg itu berjanji kepada warga.
  20. “saya sudah tidak kuat lagi dengan penyakit ini.” kata andi kepadaku.
  21. “Hari ini langit terlihat begitu biru dan enak dipandang.” jelas rina kepadaku dengan penuh keceriaan.
  22. “Kepada siapa kita akan mengadu jika keadaan sudah seperti ini.” teriak mahasiswa itu menyampaikan orasinya.
  23. “Jangan sering sering bermain, rajin rajinlah belajar agar kamu lulus ujian nasional.”Nasehat pak guru kepada rina.
  24. “Andi, malam ini bisa tidak aku menginap dirumahmu?” tanya rio kepada andi.
  25. “Pak, kapan kita akan berangkat ke bogor?” tanya seorang murid kepada gurunya.
  26. “Aku ingin sekali liburan ke lombok tahun ini.” Ucap rina kepada ibunya.
  27. “Andi mengatakan kepadaku “Kamu jangan pelit dengan teman kamu”.
Kalimat tak langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang memberitahukan hasil kutipan dalam bentuk kalimat berita.
Ciri- ciri Kalimat tak Langsung:
1. Tidak bertanda petik.
2. Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.
3. Pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat langsung mengalami perubahan, yakni:
  • kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3.
  • kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1.
  • kata ganti orang ke-2 jamak atau kita menjadi kami atau mereka, sesuai dengan isinya.
4. Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dan sebagainya.
5. Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.

Contoh Kalimat tak Langsung:

  1. Ibu menyuruhku untuk mengantarkan surat ini ke kantor ayah.
  2. Polisi menggertak tiga orang pencuri yang baru saja tertangkap agar mereka masuk satu per satu.
  3. Wartawan bertanya kepada Kadispen Polri tentang siapa-siapa yang menjadi biang keladi bom Bali itu.
  4. Lilis berkata kepada kakaknya bahwa ia dipanggil ayah untuk makan
  5. Bu Guru bertanya kepada kami apakah kami sudah mengerti apa yang telah diajarkannya.
  6. Desta mengatakan bahwa dia berjanji akan mengantarkan Anisa pulang ke rumah.
  7. Hamid menanyakan tentang kapan ayahnya pulang kepada ibunya.
  8. Irwan meminta kepada Ibunya agar dia dibelikan motor baru.
  9. Hamid berkata bahwa dia akan pulang terlambat.
  10. Deni mengatakan bahwa saya harus membatunya menyelesaikan tugas.
  11. Ibu Rita menyuruhku untuk mengambilkan segelas air putih.
  12. Pak guru menasehati ku untuk rajib belajar dan mengurangi waktu bermain.
  13. Rita bercerita bahwa dia ingin sekali pergi berlibur tahun ini.
  14. Ahmad bertanya kepadaku apakah dia bisa menginap dirumahku malam ini.
  15. Ibu guru menyruh saya untuk tidak berisik selama ulangan berlangsung.
  16. Ayahku berkata kepadaku untuk tidak membuang sampah sembarangan.
  17. Rita mengungkapkan perasaannya kepada saya bahwa dia sangat sedih melihat adiknya sakit.
  18. Dia mengatakan bahwa hubungannya dengan Rita sedang berlangsung tidak baik.
  19. Para caleg berjanji kepada warga bahwa meraka akan menggratiskan biaya pendidikan.
  20. Pak menteri mengatakan bahwa harga bbm kemungkinan akan naik tahun ini.
  21. Pak guru menasehati murid muridnya supaya tidak berisik.
  22. mahasiswa itu menyampaikan keluhannya kepada pak bupati untuk memperbaiki jalanan yang rusak.
  23. Mama menyusuh ku untuk membukakan pintu.
  24. Ayah menyuruhku untuk membuatkannya kopi.
  25. Adik saya berpesan untuk menjaga anjingnya selama dia pergi ke sekolah. 
  26. KATA GANTI ORANG